Novel Superhero Indonesia, Novel Tokusatsu Indonesia, Superhero Indonesia, Tokusatsu Indonesia

Waysteel: Wayang Baja (Indonesian Superheroes) ~Part 4

Sesampainya di rumah, Ariel masuk ke Wayang Base. Ia menaruh Waysteel Digital Memory ke dalam sebuah kotak kecil, yang mana kotak tersebut tersambung dengan selang yang menempel pada sebuah tabung kaca besar. Kemudian ia menekan tombol merah yang ada pada kotak itu.

Selang yang tersambung pada kotak tersebut mengeluarkan cahaya terang. Cahaya itu menyinari Waysteel Digital Memory, membuatnya mengeluarkan serpihan-serpihan `holograpichal` yang kemudian masuk ke dalam selang.

Tidak lama setelahnya, serpihan-serpihan holograpichal itu berkumpul di dalam tabung kaca, lalu membentuk sebuah pakaian pelindung berwarna dominan hitam: Armor `Waysteel` milik Ariel.

Ariel lalu menekan tombol biru yang ada di tabung kaca.

Sinar putih langsung keluar dari atas tabung, menyinari armor.

Tak berselang lama, goresan-goresan yang ada pada armor berangsur-angsur pulih, hingga hilang sama sekali.

Setelah itu, Ariel keluar dari tempat tersebut menuju kamarnya. Di kamarnya, ia duduk-duduk di kasur, melepas lelah.

Beberapa saat kemudian, Maritha datang sambil membawa segelas susu hangat.

“Tuan Ariel, kok pintu kamarnya nggak dikunci?” tanya Maritha.

“Lupa,” jawab Ariel.

“Orang-orang yang bikin pesta kacau tadi bener-bener keterlaluan! Nggak tahu apa kalo bikinnya susah?!” kata Maritha kesal. “Ngomong-ngomong, tadi saya liat tuan ngejar salah satu dari mereka. Sampe mana?”

“Sampe pabrik tua,” jawab Ariel. “Oh iya, mbak, kakak masih hidup.”

“Apa???” Maritha membelalak.

“Saya baru aja ngelawan dia. Dia kuat banget, mbak.”

“Tapi gimana bisa Tuan Rieft masih hidup??”

Ariel memegang pundak Maritha dan menatap matanya. “Mbak, di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin kalo Tuhan berkehendak. Kakak emang betul masih hidup! Tapi kayaknya dia kena pengaruh cuci otak. Masa iya dia tega ngelawan saya??”

“Cuci otak??” Maritha mengernyitkan dahinya.

“Iya mbak. Dia jadi nggak kenal siapa saya,” ucap Ariel.

“Tapi siapa yang ngelakuin itu??” tanya Maritha.

“Dark Rhapsody, organisasi penyembah setan. Baru Strong sama Hanzo aja yang saya kenal. Dan yang ngacauin pesta tadi Hanzo sama anak buahnya,” jawab Ariel.

“Strong sama Hanzo??”

“Ya. Dan Hanzo yang bikin putus tangan kakak 13 tahun yang lalu.”

“Tapi saya ngerasa ada yang aneh. Kenapa Dark Rhapsody ngelakuin semua itu, sementara dulu dia udah nyelakain Tuan Rieft?”

“Saya rasa Dark Rhapsody punya tujuan tertentu. Salah satunya, manfaatin kakak. Tangan kakak yang udah putus aja sekarang udah berganti jadi tangan aneh, bentuknya kayak tangan `monster`.” Ariel kemudian mengambil susu yang diletakkan Maritha di atas meja dan meminumnya.

“Terus apa rencana Tuan Ariel selanjutnya?” tanya Maritha.

“Saya akan hancurkan penjahat kayak Dark Rhapsody dan ngelepasin pengaruh cuci otak kakak, apapun caranya!” jawab Ariel.

=***=

Markas Dark Rhapsody, Sabtu 02 Mei 2020, pukul 00:30 WIB.

Di salah satu ruangan, Hanzo berdiri menatap X-Storm yang ada di dalam tabung kaca berisi air warna biru. Di ruangan itu, ia ingat ketika Ratu Gagak memperlihatkan proyeknya.

-Flashback-

Kala itu Ratu Gagak mengajak Hanzo dan Strong ke ruangan khusus yang ada di markas Dark Rhapsody untuk memperlihatkan sesuatu.

Sesampainya di ruangan itu, Hanzo dan Strong langsung membelalak ketika melihat seorang bocah yang ada di dalam tabung kaca berisi air biru yang ditunjukkan Ratu Gagak.

“D-d-dia kan-”

Kata-kata Strong terputus begitu kakinya diinjak oleh Hanzo.

“Kenapa?” tanya Ratu Gagak.

“Ratu Gagak, saya izin sebentar ya, mau ngomong sesuatu sama Strong,” kata Hanzo.

“Mau ngomongin apa?” tanya Ratu Gagak.

“Ngomongin hutang,” jawab Hanzo.

“Oke,” balas Ratu Gagak.

Hanzo memegang bahu Strong lalu membawanya menjauh dari Ratu Gagak.

“Kamu jangan sampai bilang ya kalo anak yang ada di dalam tabung itu anak yang kita habisi kemarin!” bisik Hanzo.

“Iya, tapi jangan main injak kaki saya gitu dong!” balas Strong.

“Habisnya kamu hampir saja bilang tadi, hampir keceplosan. Pokoknya, jangan sampai Ratu Gagak tahu, oke? Bisa habis kita sama dia.” Hanzo kembali berbisik.

Strong mengangguk. “Tenang saja.”

Setelah itu, Hanzo dan Strong kembali berdiri di dekat Ratu Gagak.

“Sudah?” tanya Ratu Gagak pada Hanzo.

“Sudah, Ratu,” jawab Hanzo.

“Jadi, itulah proyek `Ksatria Rhapsody` yang dulu pernah saya bilang, sekarang sudah terwujud. Otak anak itu sudah saya cuci, agar cuma tunduk pada perintah Dark Rhapsody,” kata Ratu Gagak.

“Ngomong-ngomong, darimana Ratu Gagak mendapatkan anak itu?” tanya Hanzo.

“Pas saya jalan-jalan, saya nemuin dia,” jawab Ratu Gagak. “Saya nolong dia yang lagi diserang binatang buas. Kebetulan banget tangan kirinya buntung, cocok sama proyek Ksatria Rhapsody saya. Yaudah saya bawa pulang.”

“Ooh….” Hanzo mengangguk pelan. “Tahu gitu saya biarkan saja Strong keceplosan tadi,” keluhnya dalam hati.

Setelah itu, Ratu Gagak berjalan menghampiri tabung kaca (yang di dalamnya ada seorang bocah), mengeluarkan bocah di dalamnya, lalu memakaikannya pakaian.

Bocah itu sudah siap sekarang.

“Hebat … Tangan kirinya yang putus sekarang berganti jadi tangan kiri yang keren,” ucap Hanzo kagum melihat bocah itu yang berdiri beberapa langkah di hadapannya.

“Siapa namamu?” tanya Ratu Gagak pada bocah itu.

“Aku X-Storm,” jawab sang bocah.

“Hahahahaha… bagus bagus,” tawa Ratu Gagak. “X-Storm singkatan dari Bahasa Inggris Xtraordinary Storm, artinya badai luar biasa. Saya mau dia sekuat badai yang luar biasa.”

“Wow! Namanya keren!!” ucap Strong.

X-Storm memegang bandul kalung yang melingkar di lehernya.

“I-ini …,” gumam X-Storm. “Ayah ….” Tiba-tiba ia mengingat sesuatu.

Beberapa saat kemudian, X-Storm memegangi kepalanya. Kepalanya terasa sakit sekali hingga ia berteriak-teriak, beberapa kali menyebut kata “Ayah”.

Ratu Gagak panik. Ia berusaha menenangkan X-Storm, tapi sia-sia.

Sampai akhirnya, Hanzo mengambil kalung yang melingkar di leher X-Storm, kemudian memukul tengkuk X-Storm hingga bocah itu pingsan.

“Kenapa dia, Hanzo?” tanya Ratu Gagak.

“Ada yang aneh setelah dia melihat kalung ini,” jawab Hanzo seraya menunjukkan kalung milik X-Storm yang dipegangnya. “Ini kan kalung Eternal, kalung termahal, cuma ada satu di dunia. Kenapa dia pusing setelah melihat kalung ini, ya?”

“Coba kamu periksa kenapa dia begitu!” perintah Ratu Gagak.

Hanzo lalu memperhatikan kalung yang dipegangnya dan juga mata X-Storm secara seksama, setelah itu memejamkan mata dan berkonsentrasi.

Beberapa saat kemudian, Hanzo kembali membuka matanya.

“Kalung ini bahaya!” ucap Hanzo. “Kalung ini bisa melepas Pengaruh cuci otaknya, karena ada momen penting yang bisa dia ingat kalo melihat kalung ini. Kalung ini peninggalan ayahnya yang sudah meninggal.”

“Jadi gimana? Saya lupa lepas kalung itu pas cuci otak dia, soalnya saya nggak tahu.”

“Gimana kalo kalung ini buat saya saja! Bahaya kalo masih ada di dia.”

“Oke!” balas Ratu Gagak.

“Licik kamu, Hanzo,” selak Strong. “Kalung kayak gitu saya juga mau.”

“Hahahaha… Siapa cepat dia dapat!” ujar Hanzo.

Tiba-tiba, X-Storm yang tadi pingsan kembali bangun dan menanyakan kalungnya. Hanzo langsung menjelaskan pada X-Storm kalau kalung itu berbahaya untuknya, dan kalung itu sekarang jadi milik Hanzo. X-Storm pun mengiyakannya.

Akan tetapi, apa yang dilakukan Hanzo tidak membantu banyak. Ingatan X-Storm sering ingin kembali lagi secara mendadak. Tentu saja itu membuat Dark Rhapsody kerepotan. Begitu X-Storm dewasa dan selesai dilatih oleh Dark Rhapsody, ia tetap mengalami hal yang sama: Sakit kepala dan ingatannya ingin kembali.
Hal tersebut membuat Ratu Gagak gerah dan akhirnya menciptakan sebuah alat berbentuk kaca yang jika X-Storm sakit kepala dan ingatannya ingin kembali, kaca itu akan bergetar serta memunculkan gambar dimana lokasi X-Storm. Dan, hanya dengan satu mantera saja, X-Storm akan terteleportasi ke tempat si pemegang kaca untuk kemudian dicuci kembali otaknya di dalam tabung kaca. Ratu Gagak mempercayakan Hanzo sebagai pemegang kaca itu.

-Flashback selesai-

Dan sekarang, hal itu dimanfaatkan oleh Hanzo untuk menyerang Ariel. Dengan kekuatannya, dia bisa tahu kalau Ariel ialah adik dari X-Storm yang ternyata adalah `Rieft Sadewa`. Bagi Hanzo, kekuatan dan kelemahan sejati manusia terletak pada hatinya. Maka dari itu, dia menyerang hati Ariel dengan caranya sendiri. Ia ingin membuat Ariel lemah, setelah itu akan lebih mudah diserang. Baginya, tak mengapa kehilangan kalung Eternal, asal tugasnya terselesaikan dengan sempurna.

=***=

Univ. Cahaya Sakti, Senin 04 Mei 2020, pukul 06:30 WIB.

“Kyaaaahh Arieeell!!!”

“Arieeeelll!!!”

Para gadis menjerit histeris tatkala Ariel mendribble bola basket ke gawang lawan, dan kemudian memasukkannya ke dalam keranjang.

“KYAAAAHHH!!!” Para gadis kembali menjerit histeris, kali ini lebih keras.

“Norak amat sih tuh cewek-cewek!? Baru pertandingan biasa aja sampe segitunya,” kata Priska yang kebetulan lewat bersama dua orang temannya, Dhinda dan Jenny.

“Tapi Ariel emang keren tahu, Pris, maen basketnya. Nggak ada satupun orang yang bisa ngerebut bola dari dia,” ucap Dhinda.

“Jangan-jangan lo suka lagi Dhin sama si Ariel?!” tebak Jenny.

“Jenny… Aku tuh cuma kagum sama dia. Lagian kita nggak harus ngebenci dia juga kan? Sekali-kali baik sama dia nggak ada salahnya. Lagipula kita juga udah diundang ke ultahnya dia,” jawab Dhinda.

“Lo kalo suka jujur aja, Dhin. Nggak usah banyak banyak alesan!” ucap Jenny dengan nada sarkastik.

“Sekali lagi, gue cuma kagum! Ngerti?” tepis Dhinda.

“Ck!” Priska mendesah. “Udah-udah! Mendingan kita ke mading yuk! Gue mau liat hasil ujian praktek waktu itu.”

“Yaudah yuk!” timpal Jenny.

Dan mereka bertiga pun pergi dari tempat itu menuju mading.

Di mading…

“Gue dapet nilai berapa yaa…?” ucap Priska, seraya melihat-lihat nilai yang tertulis pada sebuah kertas yang tertempel di mading.

Tak lama, Priska menemukan namanya di kertas itu.

“Nah, ini gue nih. Nilainya 9,5.” ucap Priska. “Yaaahh tapi peringkat kedua.” keluhnya. “Peringkat pertamanya … A.. ARIEEELL!!!” teriaknya terkejut begitu ia melihat nama `Ariel Sadewa` ada diatas namanya dengan nilai `10`.

“Lo kenapa Pris??” tanya Jenny.

“Ariel dapet peringkat pertama ujian praktek, terus nilainya 10 pula,” jawab Priska.

“Coba liat!” Jenny kemudian ikut melihatnya. “Eh, iya nih!” ucapnya, ia tersentak setelah melihat kertas hasil ujian praktek tersebut. “Dia lagi, dia lagi…”

“Gue heran sama tuh anak! Ini bisa. Itu bisa. Dari planet mana sih dia??” keluh Priska.

Di kelas, Priska pun dibuat kesal. Setiap ia menjawab pertanyaan yg diajukan Dosen, jawabannya selalu dibetulkan oleh Ariel yg baginya amat sangat sok tahu.

Hingga ketika jam istirahat tiba, Priska menghampiri Ariel yang tengah berdiri di dekat lapangan, menonton anak-anak latihan basket.

“Heh! Jangan bangga ye, Riel, sama semua kemampuan yang lo punya!” kata Priska.

“Buat apa banggain hal wajar?” balas Ariel dingin. Tatapan matanya yang datar hanya menatap ke depan, tidak menatap lawan bicaranya sedikitpun.

“Halah, gue NGGAK PERCAYA!” Priska meninggikan nada bicaranya pada kalimat `NGGAK PERCAYA`. “Dan satu lagi, jangan lo pikir dengan lo ngundang gue di acara ultah lo dan lo nolong gue semalem, gue bakal simpatik gitu aja sama lo!? Asal lo tahu, cowok baru gue jauh lebih hebat dibanding lo! Dia itu dokter. Dia ganteng, jenius, pinter berantem, ramah, baik hati, terus nggak sombong! Temennya banyak, lagi! Nggak kayak lo. Lo punya temen aja nggak!”

“Seenggaknya … Saya nggak bergantung sama siapa-siapa,” balas Ariel dengan nada dingin seperti tadi.

“Haha! Hidup lo tuh pasti kesepian abis!”

“Nggak tuh. Kalo cuma pacar, saya juga punya. Dan dia, jauh lebih baik dibanding kamu.”

“Apa??” Priska terkekeh. “ `Manusia kulkas` kayak lo gimana bisa punya pacar?? Nggak percaya deh gue!”

“Perlu bukti?” tanya Ariel.

“Oke! Lo tunjukkin pacar lo itu ke gue! Gue juga bakal tunjukkin pacar gue ke elo! Kita Double Date! Gimana?” tantang Priska.

“Boleh,” jawab Ariel.

“Nanti malem, lo gue tunggu di bangku taman kota. Kalau elo sampe nggak dateng, lo akan gue cap tukang BULLSHIT! Dan bakal gue umumin ke seluruh anak-anak kampus!” ujar Priska.

“Setuju!” balas Ariel.

“Oke! Gue tunggu nanti malem! Jam 8!”

Sepulangnya dari kampus, Ariel pergi ke sebuah apartemen mewah yang ada di Kota Sheraton. Tujuannya adalah kamar nomor 69.

Begitu sampai tujuan, Ariel menekan bel kamar itu.

Tak lama, dari dalam kamar, keluarlah sesosok gadis berambut panjang sebahu dengan pakaian lengan buntung berwarna oranye. Ia memiliki mata yang `indah` dengan warna biru. Hidungnya yang mancung membuat parasnya semakin elok. Bibirnya yang dibalut lipgloss pink memberikan kesan sensual. Apalagi kulitnya putih mulus, membuat siapapun betah memandangnya.

“Ariel??” Gadis itu terkejut. “Yuk masuk!”

Ariel pun masuk mengikuti gadis itu.

Namun, Ariel bukanlah satu-satunya tamu di kamar tersebut. Ada pemuda lain tengah duduk di atas sofa empuk berwarna hitam.

Tak lama, pemuda berbadan kekar dan berambut `mohawk` itu berdiri dari sofa. Ia mendekati gadis yang tadi membukakan pintu untuk Ariel.

“Leira, aku pergi dulu ya?! Ada urusan,” ucapnya.

“Oh, yaudah. Hati-hati yaa…,” balas si gadis, yang diketahui bernama `Leira`.

Pemuda itu kemudian keluar.

“Ayo, Riel, duduk!” kata Leira.

Ariel pun duduk di sofa empuk berwarna hitam tersebut.

“Bentar ya, Riel, aku bikinin minum dulu,” ucap Leira. Ia Lalu pergi dari hadapan Ariel menuju ruangan lain.

Tak lama, Leira kembali sambil membawa segelas es jeruk.

“Oh iya, ada perlu apa Riel kesini??” tanya Leira yang kemudian menghidangkan es jeruk itu pada Ariel dan ikut duduk. “Aku kira kamu nggak bakalan kesini lagi.”

“Saya mau minta tolong, boleh?”

“Boleh boleh. Biarpun kamu sama aku udah nggak ada hubungan apa-apa, tapi aku bersedia nolong kamu. Ngomong-ngomong, mau minta tolong apa?” tanya Leira.

“Sebelumnya, cowok yang tadi itu siapa? Kok kamu berduaan disini sama dia? Nggak takut diapa-apain?” Ariel balik bertanya.

“Cowok yang barusan duduk disini? Itu pacar aku,” jawab Leira.

“Ooh. Kirain siapa.”

“Jadi? Mau minta tolong apa?”

“Saya cuma mau minta tolong sama kamu buat pura-pura jadi pacar saya.”

“Apa?? Pura-pura jadi pacar??” Leira terkejut, kemudian tertawa kecil. “Hahaha… Ariel… Ariel. Kamu tuh ada-ada aja. Emang buat apa aku pura-pura jadi pacar kamu?”

“Kamu nggak mau?” tanya Ariel.

“Bukannya begitu, Riel… Aku cuma ngerasa aneh plus lucu aja. Ini bukan kamu yang biasanya,” jawab Leira.

“Saya ditantang sama temen sekampus buat double date. Makanya saya minta tolong sama kamu,” ucap Ariel.

“Double Date?”

Ariel mengangguk.

Leira menatap mata Ariel lekat-lekat. “Ariel… Jangankan pura-pura, beneran jadi pacar kamu lagi juga aku mau. Aku masih sayang Riel sama kamu, biarpun sekarang aku udah punya pacar. Jujur, aku ngerasa nggak sanggup kehilangan kamu. Aku rela mutusin cowok yang tadi itu demi kamu.”

Ariel hanya diam.

“Riel … Apa kamu mau balikan sama aku?” tanya Leira.

3 detik kemudian, Ariel menjawab dengan nada dingin, “Nggak. Saya kesini cuma mau minta tolong aja sama kamu, nggak lebih.”

Leira tertunduk. “Oh, nggak mau ya..? Yaudah, nggak apa-apa,” ucapnya lirih.

“Nanti malem saya tunggu jam 8 di taman kota.” Ariel kemudian beranjak dari bangkunya. “Permisi.”

Saat Ariel pergi, Leira meneteskan air mata. “Ariel … Aku masih sayang sama kamu. Sayaangg banget!” gumamnya.

Malam harinya…

Ariel dan Priska sudah ada di taman kota. Mereka duduk di bangku panjang warna cokelat yang terbuat dari kayu dekat patung pancoran.

Priska asyik bermain game di handphonenya. Sementara Ariel, membaca buku pelajaran kampus.

Ariel memakai style serba hitam seperti biasa. Baju berbahan kulit yang lumayan ketat yang dibalut jaket hijam panjang. Ia mengenakan celana panjang hitam serta sepatu pantovel berwarna senada.

Sedangkan Priska, mengenakan kaos berlengan panjang warna putih dengan balutan sweater merah lengan buntung dan hotpants biru batas paha. Ia mengenakan sepatu high heels warna merah. Lipgloss pink tak ketinggalan menghiasi bibirnya.

Tak lama kemudian…

“Arieell..!!!” Dari kejauhan, Leira melambai-lambaikan tangan pada Ariel.

Ariel segera berhenti dari aktifitasnya membaca, lalu berdiri.

Leira kemudian menghampiri Ariel.

Baju kaos putih yang dibalut dengan sweater tipis warna hitam, membuat Leira tampak seksi. Terlebih, rok mini hitam yang ia kenakan, menambah keseksian tubuhnya. Bibirnya dibalut oleh lipgloss warna oranye yang membuatnya terlihat cantik dan sensual.
Rambut panjangnya dibiarkan tergerai dan dihiasi oleh jepitan kupu-kupu.

“Lama nggak nunggunya?” tanya Leira.

“Nggak kok. Cuma telat 3 menit,” jawab Ariel. “Oh iya, Pris, ini dia pacar saya. Kenalin!”

Priska berdiri, dan kemudian menyambut tangan Leira yang disodorkan Ariel ke arahnya.

“Giiila! Cakep banget! Jadi minder gue,” gumam Priska.

“Leira..,” ucap Leira sambil menjabat tangan Priska.

“Priska,” balas Priska.

Setelah beberapa saat, seorang pemuda tinggi kekar datang menghampiri Priska, Ariel, dan Leira.

“Maaf Pris kalo telat,” ucap pemuda berkaos merah serta bercelana jeans biru itu.

“Oh iya, kenalin nih pacar gue,” kata Priska.

Ekspresi Ariel mendadak terkejut. “Itu pacar kamu??”

“Ya iyalah! Kenapa? Ganteng ya? Jelas dong!” balas Priska.

Ariel hanya diam. Sesekali ia menatap pacar Priska itu dengan sinis. Karena ternyata pacar Priska tersebut adalah pemuda yang ada di apartemen Leira tadi siang.

Pemuda itu lalu menyodorkan tangannya pada Leira.

Leira menyambut tangan pemuda itu.

“Leeboy,” ucap si pemuda.

“Leira,” balas Leira.

Lalu, Leeboy menyodorkan tangannya pada Ariel.

Ariel menatap Leeboy dengan sinis. Beberapa detik setelahnya, barulah ia menyambut tangan pemuda tersebut.

“Leeboy,” kata Leeboy.

“Ariel,” balas Ariel dengan pandangan acuh.

Ariel kemudian menarik tangan Leira.

“Ada apa, Riel?” tanya Leira.

“Disana ada bazaar,” jawab Ariel seraya menunjuk ke arah bazaar yang berada di dekat komedi putar. “Saya mau ngajak kamu kesana.”

“Ayo deh,” kata Leira.

Ariel dan Leira pun berjalan ke arah bazaar.

Akan tetapi, baru beberapa langkah saja, Leira berhenti, kemudian membalikkan badannya ke belakang. “Priska! Leeboy! Ayo ikut!” ajaknya.

Leeboy menatap Priska, dan kemudian berdiri berbarengan.

“Yuk!” ajak Priska sambil memandang Leeboy.

Leeboy memegang tangan Priska. Lalu mereka berdua berjalan menghampiri Leira.

Akhirnya, mereka berempat berjalan-jalan melihat bazaar.

Beberapa lama kemudian…

“Riel, kaki aku capek nih!” keluh Leira.

“Yaudah, istirahat dulu.” Ariel membawa Leira menuju bangku terdekat, lalu mempersilahkannya duduk.

Priska dan Leeboy mengikuti.

“Ngomong-ngomong pada mau dibeliin minum nggak?” tanya Leeboy.

“Boleh deh,” jawab Priska.

“Boleh boleh.” Leira tersenyum.

Sementara Ariel, ia menatap Leeboy dengan sinis.

Leeboy kemudian pergi dari hadapan mereka.

“Saya juga mau beliin kalian minum. Kalian tunggu disini!” kata Ariel. Ia lalu berjalan mengikuti Leeboy.

Priska mengernyitkan dahinya. “Lho??”

“Oh iya, Pris, Ariel kan temen kampus kamu, dia itu gimana kalo di kampus?” tanya Leira.

Priska tersentak. “Lho kok tahu kalo Ariel temen kampus aku?”

“Ariel yang ngasih tahu. Dia bilang kalo dia mau Double Date sama temen kampusnya malem ini,” jawab Leira.

“Ooh… Hu’um.” Priska mengangguk. “Aku temen kampusnya. Aku yang ngajakin dia Double Date.”

“Dia itu gimana sih orangnya kalo di kampus?” Leira mengulangi pertanyaannya yang tadi.

Priska menjawab, “Dia itu nyebelin.”

Leira tertawa kecil. “Hah?? Nyebelin?? Nyebelin gimana dia?

“Soalnya dia ngalahin aku sama temen-temen aku dalam segala, apalagi rata-rata hal itu yang aku sama temen-temen aku senengin.”

“Contohnya?”

“Banyaaakk deh pokoknya.”

“Cuma itu aja yang bikin kamu bilang dia itu nyebelin?”

“Ada lagi sih sebenernya.”

“Apa tuh?”

“Tapi nanti kamu marah nggak?”

“Hahaha… Nggak, tenang aja.”

“Oke.”

Priska pun menceritakan banyak hal tentang Ariel pada Leira, sampai akhirnya mereka berdua terlarut dalam obrolan dalam jangka waktu yang cukup lama.

“Oh iya, Ariel sama cowokku kemana, ya? Kok beli minum aja lama banget?” kata Priska, risau.

“Nggak tahu tuh.” kata Leira.

“Mending kita cari aja, yuk!” Priska lalu berdiri.

“Yuk!” balas Leira yang kemudian berdiri juga.

Dan mereka berdua pun pergi mencari Ariel dan Leeboy.

Tak lama, Leira melihat keramaian di suatu tempat, tidak jauh dari tempat ia berdiri.

“Eh Pris, ada apaan sih itu? Kok rame banget??” katanya

Dahi Priska mengernyit. “Nggak tahu juga deh.”

“Coba kita liat, yuk!” ajak Leira.

Priska mengangguk.

Lalu mereka berdua pergi ke kerumunan tersebut. Priska mengajak Leira menyelak, untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Betapa terkejutnya Priska dan Leira begitu melihat Ariel dan Leeboy tengah berkelahi. Saat itu, posisi Leeboy tengah didesak di tanah oleh Ariel dan dipukuli.

“Ariel!! Leeboy!!” teriak Priska. “Ada apa sebetulnya??” Ia kemudian menarik Ariel yang sedang mendesak Leeboy, setelah itu membantu Leeboy berdiri.

Wajah Leeboy sudah berlumuran darah dan babak belur. Sementara Ariel hanya berdarah pada bagian bibir.

“Riel, lo tuh bener-bener nyebelin, ye??” ujar Priska seraya menatap Ariel. Saat itu, Leira menghampiri Ariel.

Leira lalu mengeluarkan tisu dari kantung celananya, mengambilnya selembar, kemudian mengelap luka di bibir Ariel.

“Lo bukan cuma nyebelin di kampus. Dimanapun lo tetep nyebelin! Lo tahu, lo itu udah ngerusak acara kencan kita, tahu nggak!?” Priska melanjutkan kalimatnya. Setelah itu, ia mengambil sapu tangan dari saku sweaternya untuk mengelap luka di wajah Leeboy. “Kamu nggak apa-apa kan, sayang?” tanyanya pada Leeboy.

“Pris, ayo kita pulang aja!” ajak Leeboy.

“Tapi-”

Kata-kata Priska terputus begitu Leeboy menarik lengannya untuk pergi dari tempat itu.

Akan tetapi, baru beberapa langkah saja Leeboy berjalan, Ariel menarik lengannya, dan…

BUAGH!

Ia meninju pipi Leeboy hingga Leeboy jatuh terjerembab.

“Jangan pernah kamu sentuh-sentuh Priska lagi!” seru Ariel sambil menatap Leeboy. Ia lalu menarik tangan Priska, membawanya pergi dari kerumunan orang-orang yang ada disana.

Priska berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Ariel tetapi tidak bisa. Tenaga Ariel begitu kuat.

Setelah sampai di tempat yang jauh dari kerumunan banyak orang, Ariel baru melepaskan tangan Priska.

“Dasar lo cowok nyebelin! Maksud lo tuh apa sih sebenernya??” maki Priska.

Ariel hanya diam. Sementara Priska melanjutkan kata-katanya.

“Asal lo tahu ye, ini tuh kencan pertama gue sama cowok gue! Dan lo udah ngerusak semuanya! Kenapa sih lo pake berantem sama cowok gue? Kenapa, hah?? KENAPA???”

“Karena dia cowok yang nggak baik buat kamu,” jawab Ariel.

“Cowok yang nggak baik buat gue??” Mata Priska menyipit berbahaya. “Cowok yang nggak baik gimana tuh maksud lo??”

Ariel kembali diam, sebelum akhirnya Priska memukul-mukuli dadanya sambil terus meracau.

“Lo itu jahat! Cuma hari ini gue bisa kencan sama Leeboy. Bisa ngelepas kangen dan seneng-seneng sama dia. Tapi akhirnya malah kayak gini. Rusak deh semuanya. Lo itu jahat, tahu nggak?!” Air mata menetes dari pelupuk mata Priska, ia terisak dan masih memukul-mukuli dada Ariel dengan kedua tangannya.

Ariel lalu menangkap tangan Priska, kemudian menggenggam kedua jemarinya, seraya berkata, “Priska, tenang, Pris. Tenang dulu.” Ia menatap mata Priska dengan seksama.

“Tenang gimana, Riel? Gue … Gue … Ihik ihik!” Priska kembali terisak. “Kenapa sih elo ngelakuin ini, hah?? Kenapa??”

“Karena Leeboy selingkuh sama cewek lain,” jawab Ariel.

“Apa??” Priska tersentak. “Itu pasti nggak mungkin! Lo pasti boong kan, Riel? Lo boong kan?”

“Nggak,” jawab Ariel. “Asal kamu tahu, Pris, saya nggak akan mungkin mukul orang kalo orang itu nggak salah. Pantang dalam kamus hidup saya. Kalo kamu nggak percaya, terserah.”

“Tapi dia selingkuh sama siapa??” tanya Priska dengan dahi mengernyit.

“Leira,” jawab Ariel.

“Hah???” Priska tercekat. Jantungnya berhenti sesaat dan matanya melotot. “E-elo serius?? Bukannya Leira itu pacar lo?? K-kok bisa?? Ini aneh banget! Nggak nggak. Ini nggak mungkin!”

“Ini mungkin,” balas Ariel. “Tadi pas lagi nyari minum, saya sempet tanya sama Leeboy tentang hubungan kalian. Kata Leeboy, dia cuma disuruh kamu pura-pura jadi pacarnya. Dia itu nggak nganggap kamu siapa-siapanya. Yaudah saya langsung hajar aja orang kayak gitu. Sampe akhirnya kita berantem… Saya rasa, Leeboy sama Leira udah kerjasama. Makanya tadi mereka pura-pura nggak kenal.”

Hati Priska benar-benar sakit mendengarnya, seperti ditusuk oleh ribuan jarum. Ia kembali meneteskan air mata.

“Kalo itu bener, berarti mereka udah jahat banget! Maksud mereka sebenernya tuh apa?? Terus kenapa lo nggak daritadi bilangnya pas pertama kali Leeboy dateng??” kata Priska.

“Karena saya masih ngormatin kamu sama Leira,” ucap Ariel. “Kalo saya ngomong itu pas ada kalian, acara kita bisa rusak.”

Priska menggeleng. “Percuma, Riel. Acaranya udah terlanjur rusak.”

“Kalo kalian nggak nemuin kita, acaranya nggak mungkin rusak,” ucap Ariel.

“Terserah lo deh. Capek gue ngomong sama lo,” kata Priska dengan nada pasrah. “Oh iya, kenapa lo berantem sama Leeboy karena Leeboy bilang gue itu cuma pacar pura-puranya?? Seolah elo tuh … Elo ngebela dan percaya banget sama gue. Kenapa, Riel??” Ia lalu menatap mata Ariel.

Ariel terdiam selama beberapa saat, sebelum akhirnya berkata, “Pertanyaan yang nggak bisa saya jawab.”

Priska menatap wajah Ariel. Menatapnya dalam-dalam. “Oke kalo gitu. Gue pulang dulu. Permisi.” Ia kemudian pergi meninggalkan Ariel dengan wajah muram.

=***=

Part 4 End

Minggu besok gax terbit dulu, dikarenakan Author’nya ada tugas kampus. terbit lagi tanggal 20 November 2016, di jam yang sama

Standar
Novel Superhero Indonesia, Novel Tokusatsu Indonesia, Superhero Indonesia, Tokusatsu Indonesia

Waysteel: Wayang Baja (Indonesian Superheroes) ~Part 3

Kediaman Sadewa, pukul 20:00 WIB.

Pesta ulang tahun Ariel selalu mewah dan meriah, layaknya pesta yang diadakan keluarga konglomerat lain. Tak hanya
suasananya, para tamu yang datang pun terlihat glamour, karena mereka yang hadir bukan cuma teman-teman kampus Ariel (tak terkecuali Trio Pelangi), tetapi juga rekan-rekan bisnisnya di perusahaan ternama `Sadewa Hi-Tech`.

Sejujurnya, pesta mewah yang diadakan di taman belakang rumahnya itu, bukanlah kemauan dan rencana Ariel, melainkan Maritha yang merupakan orang kepercayaan keluarga Sadewa, sekaligus asisten Ariel.

Usai acara inti berakhir, para tamu undangan menyebar, asyik dengan hidangan yang tersedia serta obrolan masing-masing. Trio Pelangi terlihat sedang duduk di bangku dekat pancuran air sambil mengobrol satu sama lain.

“Eh Pris, tumben kita diundang Ariel ke acara ultahnya. Biasanya kan nggak pernah. Malah kita aja nggak tahu ultah tuh anak kapan,” kata Jenny setelah menyuap pudding yang ia pegang.

“Nggak tahu tuh. Gue juga heran. Padahal dia rival kita di kampus,” ucap Priska.

“Ya ampuunn… Makanannya enak banget! Nggak nyesel aku dateng kesini.” Dhinda asyik sendiri dengan makanan yang ia santap yaitu semangkuk sup jagung. “Ternyata Ariel baik juga ya orangnya.”

“Iya baek. Baeknya cuma hari ini doang,” kata Priska ketus.

“Priska, nggak boleh begitu, tahu.” Dhinda menasehati. “Biar gimanapun juga kita kan udah diundang ke acara pestanya. Seenggaknya hargain dia dikit lah. Siapa tahu dia udah nggak nyebelin lagi.”

“Iya. Tapi dikit aja,” kata Priska. Sekali lagi, dengan nada ketus.

“Udah udah! Kita juga kan dapet makan gratis. Ambil positifnya aja. Tapi, cuma buat kali ini!” ujar Jenny.

Tiba-tiba, Ariel yang memakai pakaian tuxedo lewat dihadapan mereka.

“Ariel!” panggil Priska.

Ariel menengok ke kiri lalu berhenti.

Priska berdiri, kemudian menyodorkan tangannya pada Ariel dengan sedikit malas. “Selamet ulang tahun ya.”

“Thanks.” Ariel menjabat tangan Priska.

“Oh iya, Riel, tumben lo ngundang kita. Langka banget nih. Ada angin apa?”

“Nggak ada angin apa-apa.” Ariel kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Priska.

“Ternyata si Ariel nggak berubah. Masih nyebelin,” ucap Jenny. Ia berdiri dari bangkunya lalu menghampiri Priska. “Tapi yang penting, makan gratiiis..”

“Ah, lo mah makan mulu sih. Liat tuh badan lo yang hampir melar,” tukas Priska.

“Biarin. Yang penting kan masih sekseeehh!!” ujar Jenny.

Tiba-tiba, suasana yang meriah dan menyenangkan itu dikacaukan oleh segerombolan orang berjas hitam rapih. Mereka menyerang para tamu dengan pistol dan juga tangan kosong, serta menghancurkan dekorasi pesta. Para tamu pun berhamburan, ada pula yang menjerit ketakutan.

“Ya ampun, ada apa sih ini??” kata Priska dengan panik.

“Duilaahh.. Mereka siapa sih?? Kok dateng-dateng bikin kacau??” ucap Jenny kebingungan. “Oh iya Dhin, lo kan bisa karate, coba lo hadepin mereka!” perintah Jenny pada Dhinda.

Dhinda mengangguk. “Oke! Akan aku coba,” ucapnya. Ia pun kemudian maju untuk menghajar gerombolan orang berjas hitam tersebut.

Dhinda menarik tangan salah seorang dari mereka yang sedang menyerang tamu pesta, lalu memelintirnya dan menendang perutnya beberapa kali. Setelah itu menendang wajahnya, hingga orang berjas hitam tersebut terlempar beberapa langkah dari posisi awalnya.

Melihat hal itu, dua orang berjas hitam lagi maju menyerang Dhinda. Ketika mereka merasa jaraknya sudah dekat dengan Dhinda, mereka melayangkan pukulan pada gadis itu.

Sadar akan serangan yang datang, Dhinda menangkis pukulan tersebut menggunakan tangan kanan dan kirinya, kemudian menapak dada mereka yang disusul dengan tendangan ke wajah mereka secara bergilir. Dua orang berjas hitam itu pun jatuh terjerembab.

DZIUNG! DZIUNG!

Suara tembakan terdengar nyaring, pelurunya mengarah ke Dhinda.

Melihat hal itu, Dhinda berusaha menghindar dengan melompat ke arah kanan.

Tembakan itu berasal dari salah seorang berjas hitam lagi.

Di waktu yang hampir bersamaan, orang-orang berjas hitam yang tadi sudah Dhinda tumbangkan kembali berdiri, lalu berubah menjadi makhluk mengerikan berwarna merah dengan sepasang tanduk hitam di kepalanya serta cakar runcing di setiap jarinya. Makhluk itu tak lain adalah `Asura` (makhluk yang belum lama ini dilawan Ariel). Salah satu dari Asura maju menyerang Dhinda.

Asura tersebut menyerang Dhinda dengan cakarnya.

Dhinda secepatnya menepis serangan yang datang itu dengan punggung tangan kirinya, lalu meninju perut Asura itu berulang kali. Di saat yang sama, 2 orang berjas hitam mengarahkan pistol mereka ke arah Dhinda. Dan pelatuknya pun mereka tekan DZIUNG! DZIUNG! DZIUNG! DZIUNG! DZIUNG! DZIUNG! Peluru kembali mengarah ke Dhinda. Kali ini lebih banyak.

Dhinda yang menyadarinya, dengan cepat melindungi diri dengan menjadikan Asura yang bertarung dengannya sebagai `tameng`. Alhasil, Asura itulah yang kena tembak. Asura tersebut jatuh, tubuhnya berubah menjadi pasir.

“Ternyata nggak sia-sia gue latihan lebih keras sebulan ini,” gumam Dhinda. Saat itu, 2 Asura lagi maju. Mereka menyerang Dhinda membabi-buta, menghujaninya dengan cakaran, pukulan, dan tendangan.

Dhinda merasa kerepotan, karena ia juga harus menghindari tembakan dari 2 orang berjas hitam.

“Ayo Dhin!! Semangat terus!! Dhinda hebat!!!” teriak Priska dari jauh.

“Semangat Dhin!!!” teriak Jenny yang ada disamping Priska.

Ariel yang sedang berada di dalam rumahnya, merasa penasaran mendengar kegaduhan yang `tak biasa` yang berasal dari taman belakang rumahnya. Ia pun segera pergi kesana untuk mengecek.

Ketika sudah berada disana, Ariel langsung terkejut begitu melihat kekacauan di tengah pestanya.

Ariel melihat 2 Asura sedang bertarung sengit melawan Dhinda hingga dekorasi pesta banyak yang rusak dan orang-orang berhambur ketakutan. Selain itu, Dhinda juga ditembaki oleh 2 orang berjas hitam.

Tak mau diam saja melihat pestanya dirusak, Ariel kemudian mengambil sesuatu dari saku sebelah kiri celananya. Sesuatu itu ialah sebuah benda persegi dengan warna dominan hitam yang bentuknya seperti `handphone` yang tak lain adalah `Wayphone`. Ariel menekan tombol `122` pada benda tersebut lalu menekan tombol `Ok`. Layar Wayphone tiba-tiba memunculkan gambar pedang Dhamarwulan dan Waysteel Digital Memory.

Dari dalam Wayang Base, Dhamarwulan serta Waysteel Digital Memory berubah menjadi serpihan-serpihan holograpichal dan kemudian menghilang.

Tak lama, serpihan-serpihan holograpichal itu muncul di depan Ariel dan lama kelamaan berubah kembali menjadi Dhamarwulan serta Waysteel Digital Memory. Ariel mengambil Waysteel Digital Memory yang melayang di depannya. Benda itu ia kantongi di saku belakang sebelah kiri celananya. Tak lupa, ia juga mengantongi Wayphone di saku samping kiri celananya.

Setelah itu ia mengambil Dhamarwulan yang masih melayang dihadapannya, kemudian langsung melepaskan pedang tersebut dari sarungnya.

Usai menyelipkan sarung Dhamarwulan di ikat pinggangnya, Ariel melompat ke arah Dhinda yang sedang bertarung. Tanpa basa-basi, Ariel langsung menebas dua Asura yang tengah menyerang Dhinda dengan Dhamarwulan. Ariel menebas mereka dari belakang, berulang kali. Tubuh kedua Asura itu pun terpotong-potong, dan akhirnya berubah menjadi pasir.

Usai membunuh 2 Asura, Ariel membelah tiap butir peluru yang ditembakkan oleh 2 orang berjas hitam ke arahnya. Kemudian, ia membalik meja besar berbentuk persegi, lalu ia tendang ke arah 2 orang berjas hitam itu. Akan tetapi…

BUBRAKK!!

Meja tersebut hancur. Dari balik puing-puingnya, 2 Asura meloncat ke arah Ariel. 2 orang tadi rupanya telah berubah menjadi Asura.

Menyadari hal tersebut, Ariel maju dua langkah, lalu memutar tubuhnya. Tubuh Ariel berputar sangat kencang, bagai roda mobil yang tengah memacu gasnya.

Begitu jarak 2 Asura tadi sudah dekat dengan Ariel, tubuh mereka langsung terpotong-potong menjadi beberapa bagian. Setelah itu meleleh menjadi pasir.

Tidak lama kemudian, Ariel berhenti berputar.

Dhinda berjalan menghampiri Ariel. “Riel, makasih yaa,” ucapnya.

Ariel hanya diam dan tak menggubris.

Ternyata disana ada Hanzo. Ia daritadi menyaksikan pertarungan tersebut. Kemudian, ia melompat dan tiba dihadapan Ariel dan Dhinda.

“Well.. Well.. Well.. Duet yang bagus. Anak buah saya semuanya berhasil kalian habisi,” ucap Hanzo.

“Orang itu.. Dia lagi,” gumam Ariel.

“Siapa kamu?” tanya Dhinda.

Aku Hanzo, makhluk abadi!” jawab Hanzo.

“Khuh! Abadi katamu?” dengus Ariel.

Hanzo melipat kedua tangannya di dada. “Sekarang … Karena kalian sudah menumbangkan anak buah saya, jadi kalian berdua lawan saya!”

“Biar aku aja, Riel!” ucap Dhinda. “Aku mau tahu, dia gede di mulut aja apa nggak.”

“Kalo begitu, maju!” ujar Hanzo.

Dhinda berjalan 2 langkah ke depan, memasang kuda-kuda `karate`, lalu maju menyerang Hanzo.

Pukulan pertama Dhinda gagal, meleset ketika Hanzo mengelak ke kanan.

Hanzo balas memukul Dhinda dan kena persis di wajahnya.

Dhinda terjatuh.

“Cuma segitu?” cemooh Hanzo.

“Hiiaat!!!” teriak Dhinda yang kemudian berdiri, lalu menyerang Hanzo.

Dhinda mengayunkan kepalan tinjunya persis ke wajah Hanzo. Namun, Hanzo mampu menghindarinya dengan mudah. Ia memutar bahu kanannya ke belakang. Setelahnya, ia menahan tangan Dhinda dengan punggung tangan kirinya. Dhinda lalu kembali menyerang Hanzo, kali ini dengan kepalan tangan kirinya. Sayangnya, lagi-lagi serangan tersebut luput.

Tidak mau menyerah, Dhinda kemudian mengayunkan tinju serta tapakan berulang kali pada Hanzo.

Tapi lagi-lagi, Hanzo dapat menepis dan mengelak dari semua serangan Dhinda.

Hanzo mengepal tinjunya kuat-kuat. Dan dengan satu pukulan di perut saja, Dhinda terjengkang beberapa langkah ke belakang.

“Dhinda!!” teriak Priska dan Jenny berbarengan.

Priska berlari ke arah Dhinda, kemudian berdiri di depannya sambil merentangkan kedua tangannya.

“Nggak ada yang boleh nyakitin sahabat gue!!” teriak Priska.

Hanzo maju menghampiri Priska. “Jadi dia sahabat kamu? Boleh juga kemampuannya. Tapi, dia nggak akan sanggup ngalahin saya.”

“Jangan mendekat!” teriak Priska. “Atau…”

“Atau apa?” tanya Hanzo yang kemudian mendekati Priska, lalu menarik tangan gadis itu, kemudian memukul tengkuknya hingga pingsan. “Satu sandera saja cukup,” ucapnya yang kemudian pergi, berlari dari tempat tersebut.

Ariel mengejarnya.

Hanzo berlari menuju mobil caravan berwarna putih yang berada tak jauh dari sana.

Begitu sudah masuk mobil, Hanzo mengikat Priska dengan tambang serta menutup mulut gadis tersebut dengan lakban.

“Kepancing juga dia. Cara saya nggak salah ternyata,” gumam Hanzo. Ia kemudian menstarter mobilnya.

Mobil pun melesat pergi dari tempat itu.

Ariel terlambat, Hanzo lebih cepat darinya.

Namun, ia segera mengeluarkan Wayphone dari saku celana sebelah kirinya, lalu menekan tombol `*5599#` kemudian tombol `Ok` pada benda tersebut.

Gambar motor sport nan `futuristik` muncul pada layar yang ada di benda itu. Motor sport itu tak lain ialah Waybringer.

Beberapa saat kemudian, Waybringer yang terparkir di dalam garasi rumah Ariel berubah menjadi serpihan-serpihan holograpichal. Serpihan-serpihan holograpichal tersebut menghilang lalu muncul di depan Ariel dan berangsur-angsur berubah menjadi Waybringer lagi.

Tak mau membuang waktu, Ariel segera mengantongi Wayphone kembali dan menaiki sepeda motor kesayangannya itu untuk mengejar Hanzo.

Ketika jarak motornya dan mobil Hanzo sudah dekat, Ariel menekan tombol `555` yang ada di dekat speedometer motornya.

Sisi bagian kanan pada Waybringer membuka. Sebuah tembakan `vulcan` keluar dari sana.

Ariel menekan tombol hijau yang berada di dekat tombol angka yang ditekannya tadi, kemudian memiringkan motornya ke sisi sebelah kanan.

Serentetan peluru langsung muntah dari vulcan di motor Ariel, mengarah persis ke ban sebelah kanan mobil Hanzo.

Hanzo yang melihat hal demikian dari kaca spion mobilnya, langsung banting setir ke kiri.

Mobil Hanzo selamat.

Beberapa saat kemudian, peluru kembali muntah dari vulcan motor Ariel, Waybringer, menuju ban mobil sebelah kiri Hanzo.

Kali ini, Hanzo membanting stir ke kanan, membuat mobilnya selamat sekali lagi.

Ariel menekan tombol hijau pada Waybringer sekali lagi sambil memiringkan motornya itu ke kanan. Peluru vulcan Waybringer kembali keluar, mengarah ke ban mobil Hanzo yang sebelah kanan.

Hanzo mengelak lagi. Ia membanting setir mobilnya ke kiri.

Suara decitan mobil Hanzo terdengar keras. Begitu pula dengan suara peluru vulcan milik Waybringer.

Ariel terus menembaki ban mobil Hanzo dengan vulcannya. Sementara Hanzo terus menghindar. Mereka terus begitu selama beberapa saat dan beberapa tikungan.

Sampai akhirnya, mobil Hanzo berhenti dekat sebuah pabrik tua nan kosong.

Hanzo turun dari mobilnya sambil membawa Priska dan berlari masuk ke dalam pabrik tersebut.

Di waktu yang hampir bersamaan, Ariel juga turun dari Waybringer.

Ariel masuk ke dalam pabrik itu. Ia melihat sekeliling. Tapi ia tidak menemukan Hanzo. Tidak lama kemudian…

“Ekhm!” Hanzo tiba-tiba muncul, keluar dari sebuah ruangan.

Ariel tersentak. Kepalanya menoleh ke kanan.

“Ariel Sadewa. Pemuda yang cukup hebat,” ucap Hanzo.

Dahi Ariel mengernyit. “Darimana kamu tahu nama saya?”

“Hahahaha. Cuma dengan menatap mata seseorang dengan seksama, saya bisa tahu data pribadi dan kehidupannya,” kata Hanzo. “Waktu kita bertarung, saya sempat natap mata kamu dengan seksama.”

“Kalo begitu dimana perempuan yang kamu bawa tadi?” tanya Ariel. Tatapan matanya yang dingin menajam.

“Dia nggak apa-apa, tenang saja. Dia ada di salah satu ruangan di pabrik tua ini. Saya bawa dia cuma untuk mancing kamu,” jawab Hanzo. “X-Storm!!” teriaknya kemudian.

Seorang pemuda berambut panjang dengan tubuh tinggi tegap serta berotot keluar dari salah satu ruangan. Ia mengenakan setelan baju lengan panjang warna putih yang bagian sebelah kirinya berlengan pendek. Celananya berwarna senada dengan baju. Lengan kirinya seperti lengan kiri `monster`. Di pinggangnya terselip samurai panjang dengan cabang gagang berbentuk huruf `X`. Pemuda itu berjalan secara perlahan menghampiri Hanzo, kemudian berdiri disampingnya.

“Ini!” Hanzo melemparkan sebuah kalung emas dengan bandulan berupa kristal persegi enam warna biru dengan ruby di tengahnya pada Ariel. Ariel menangkap kalung tersebut, lalu memperhatikannya dengan seksama.

“I-ini … Nggak salah lagi, kalung ini punya Kak Rieft yang diwarisin sama ayah! Kalung ini langka, cuma ada satu di dunia,” gumam Ariel. “Darimana kamu dapet benda ini?” tanyanya pada Hanzo.

“Benda itu punya orang yang ada di sebelah saya,” jawab Hanzo seraya menunjuk pemuda berambut panjang warna perak yang berdiri di sebelah kanannya dengan jempolnya.

“Apa???” Mata Ariel membelalak. Ia lalu memperhatikan ciri fisik orang disamping Hanzo itu dengan seksama, lalu bicara dalam hati, “Rambut perak dan mata biru itu … I-ini mustahil! Orang itu … Dia Kak Rieft! Nggak salah lagi! Walau sekarang rambutnya udah panjang. Tapi, gimana bisa??”

“Hahahahaha… Kenapa, Ariel Sadewa? Saya tidak berkata bohong, saya bicara kenyataan. Dan orang disamping saya ini, sekarang akan jadi lawan kamu!” ujar Hanzo. “X-Storm, habisi dia!!” perintahnya pada pemuda disampingnya.

Pemuda yang dipanggil X-Storm tersebut mengangguk, kemudian maju beberapa langkah ke depan. “Heeaaahh…!!” teriaknya, seraya meliukkan punggung sedikit ke belakang serta mengepalkan kedua tangannya.

“Kakak…,” gumam Ariel dengan nada lirih.

“Saya pergi dulu. Selamat menikmati jamuan dari saya, tamu spesial. Hahahahaha…” Hanzo lalu melompat ke lubang persegi berukuran besar yang ada di atap dan kemudian pergi.

“Kak Rieft … Saya mohon, sadar kak…,” ucap Ariel. “Saya ini Ariel, Ariel Sadewa. Adik kamu.”

“Saya nggak pernah punya adik. Dan nama saya ‘X-Storm’! Ingat itu!” ujar X-Storm sembari menunjuk Ariel.

“Tapi kalung ini!” Ariel mengangkat lengan kanannya, seraya menunjukkan kalung yang ia pegang pada X-Storm. “Ini punya kamu dari ayah. Cuma kamu yang punya kalung ini, kak!”

“Ayah??” X-Storm mengernyitkan dahinya. “Saya nggak punya ayah, dan saya nggak tahu siapa yang ngasih kalung itu. Tapi yang jelas, Hanzo pernah bilang, kalung itu punya pengaruh buruk buat saya, makanya dia ambil. Dan sekarang, kamu boleh ambil kalung itu! Oh iya, berenti panggil saya kakak! Kita nggak ada hubungan apa-apa. Kamu itu lawan saya, dan saya lawan kamu. Jelas?”

“Kakak! TOLONG SADARLAH!!” teriak Ariel.

“Diam!” balas X-Storm yang kemudian mengarahkan telapak tangan kirinya ke depan.

Bagian biru di telapak tangan kiri X-Storm tiba-tiba menyala terang, begitu pula bagian biru berbentuk huruf `X` di punggung tangannya, serta kuku-kuku jarinya. Setelah itu, muncul cahaya bundar berwarna biru seukuran telapak tangannya. Cahaya bundar tersebut diselimuti oleh petir yang menyambar-nyambar.

“Thunder!!” teriak Rieft. Saat itu juga, cahaya biru bundar berpetir tersebut langsung melesat ke arah Ariel.

Terkesiap, Ariel pun menghindarinya dengan melompat ke kanan. Alhasil, cahaya biru bundar tersebut mengenai tembok hingga bolong.

X-Storm mencabut pedang bergagang putih dengan cabang gagang berbentuk huruf `X` yang berada dalam sarung putih yang tersampir di pinggang sebelah kanannya. Setelah itu ia berlari menuju Ariel.

Begitu X-Storm jaraknya dan Ariel sudah dekat, ia langsung menebaskan pedangnya ke tubuh Ariel.

Untungnya, Ariel bisa menghindari serangan tersebut dengan memutar bahu kirinya ke belakang. X-Storm kembali menebaskan pedangnya. Ia melakukan tebasan datar ke arah kepala Ariel.

Ariel yang sudah membaca pola serangan X-Storm segera merunduk. Walhasil serangan X-Storm meleset.

Akan tetapi, X-Storm yang melihat celah pada pertahanan Ariel segera menendang perut pemuda itu sekuat tenaga. Hal demikian membuat tubuh Ariel meliuk sedikit ke belakang.

Memanfaatkan kesempatan yang ada, X-Storm langsung meninju perut Ariel dengan lengan kirinya sekuat mungkin.

Ariel yang tidak siap menerima serangan itu pun mencelat ke belakang. Tubuhnya menubruk tembok hingga bolong. Ia terlempar ke luar pabrik dan terguling-guling begitu tubuhnya menyentuh tanah.

Setelah tubuhnya berhenti berguling, Ariel berusaha bangkit sembari memegangi perutnya yang sakit bukan main sekaligus menahan rasa sakit di punggungnya.

“Ahakh!” Ariel muntah darah. “Ku-kuatnya…,” gumamnya.

X-Storm keluar dari pabrik melalui salah satu pintu yang ada disana. Ia berjalan perlahan menghampiri Ariel yang baru setengah bangkit.

“Cuma segitu kemampuan kamu, Ariel?” tanya X-Storm yang sudah berjarak beberapa hasta dari Ariel dengan nada dingin.

“Kakak, tolong jangan paksa saya!” pinta Ariel.

X-Storm tersenyum miring. “Saya nggak peduli. Lawan saya, atau kamu akan mati!”

“Geh ….” Ariel kembali muntah darah.

X-Storm maju beberapa langkah lagi, kemudian ia menarik kerah baju Ariel dengan lengan kirinya sehingga Ariel berdiri dengan sempurna.

“Dasar lemah!” cemooh X-Storm, sebelum akhirnya meninju perut Ariel sekali lagi dengan lengan kirinya.

Ariel langsung terpental ke belakang, ke arah rumah kosong kecil yang jaraknya tak jauh dari tempat X-Storm berpijak. Tubuhnya menabrak kaca rumah itu hingga pecah dan ia pun masuk ke dalamnya.

“Thunder!! Thunder!! Thunder!!” teriak X-Storm seraya meluncurkan bola cahaya biru berpetir dari telapak tangan kirinya sebanyak 3 kali dan mengarahkannya ke lima jejer drum minyak yang ada di depan rumah tempat Ariel terpental.

BUOOMM!! BUOOMM!! BUOOMM!! BUOOMM!! KWABOOMM!!!

Lima drum minyak yang ada di depan rumah tersebut meledak. Dan akibat dari ledakan itu, tembok rumah tersebut rusak parah dan rumah itu kebakaran.

“Khuh! Cuma segitu aja kemampuannya,” ucap X-Storm yang kemudian membalikkan badannya.

Namun, baru selangkah saja X-Storm berjalan, ia berhenti karena mendengar sesuatu di belakangnya.

Begitu X-Storm memutar tubuhnya ke belakang, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah `Waysteel` yang sedang berdiri tegak di kobaran api sambil memegang `Dhamarwulan` di tangan kanannya.

“Apa itu??” gumam X-Storm kebingungan. “Siapa kamu?” tanyanya pada Waysteel.

“Panggil saya Waysteel. Wayang … Baja,” ujar Waysteel.

“Waysteel??” X-Storm mengeryitkan dahinya.

“Ya. Apa yang kakak lakuin tadi maksa saya bertindak sejauh ini,” ucap Waysteel.

“Kakak??” X-Storm berfikir sejenak, sebelum akhirnya bertanya, “Apa kamu Ariel Sadewa?”

“Tepat,” jawab Waysteel.

“Hoo… Begitu rupanya. Ternyata kamu punya wujud lain. Ini akan jadi menarik,” kata X-Storm.

“Kalo begitu, karena kakak udah maksa saya, saya nggak keberatan lanjutin pertarungannya,” ucap Waysteel.

“Bagus!” ujar X-Storm. “Saya juga punya wujud lain. Dan sekarang, saya akan memakainya. Bersiap-siaplah!”

Dari balik helm Waysteel-nya, Ariel menatap tajam.

X-Storm mengangkat lengan kirinya setinggi wajah, sebelum akhirnya mengepalkan jarinya dan berteriak, “X-Storm Armor!!”

Bagian biru yang berbentuk huruf `X` di punggung tangan X-Storm menyala terang. Kemudian tubuhnya tertutup cahaya biru nan menyilaukan. Tak lama, cahaya itu meredup dan tubuh X-Storm pun berubah. Tubuhnya kini diselimuti baju baja berwarna dominan putih dan biru di beberapa bagiannya. Bagian biru tersebut bentuknya seperti kaca, terdapat di kedua lutut, tangan kanan, serta beberapa bagian lainnya. Kaca helm pakaian pelindung itu juga berwarna biru, dan di bagian atas helm tersebut, terdapat sepasang tanduk pipih. Lalu di bagian dadanya ada lambang seperti huruf `X` berwarna biru pula. Yang tidak berubah dari X-Storm hanya lengan kiri dan senjatanya saja.

X-Storm Armor

x-storm

“Ternyata dia sama kayak Strong,” gumam Waysteel.

Mari, kita mulai pertarungannya!” ucap X-Storm seraya memasang kuda-kuda dan perlahan menyerong beberapa langkah ke kiri.

Waysteel pun demikian, ia memasang kuda-kuda, dan perlahan menyerong beberapa langkah, namun ke kanan.

“Thunder!! Thunder!! Thunder!!” X-Storm menembakkan 3 bola cahaya biru berpetirnya ke arah Waysteel.

Sadar akan serangan yang datang, Waysteel pun menebas bola cahaya biru tersebut satu persatu.

“Heaaaaahh!!” Di waktu yang hampir bersamaan, X-Storm berlari ke arah Waysteel sembari mengangkat pedangnya.

Untung saja Waysteel bergerak cepat, ketika jarak X-Storm sudah dekat, tebasan pedangnya mampu ia tangkis dengan Dhamarwulan, hingga berdentang keras TRANKKK!!! Dan menimbulkan percikan api.

Setelah itu, mereka berdua kembali mengayunkan pedangnya.

TRANK!! TRINK!! TRANK!! TRINK!!

Adu pedang yang sengit terjadi diantara mereka berdua. Mereka berdua mengayunkan pedang beberapa kali dan saling beradu pedang. Masing-masing dari mereka mengeluarkan jurus-jurus yang sangat apik. Debu beterbangan akibat gesekan kaki mereka

Sesekali, Waysteel mengelak menghindari pukulan tangan kiri X-Storm yang berbahaya dan ia segera membalasnya dengan ayunan Dhamarwulan beberapa kali ke arah X-Storm yang membuat X-Storm kerepotan.

Ketika tebasan besar Waysteel mengarah padanya, dengan sigap X-Storm melompat mendatar ke belakang menghindari tebasan tersebut.

X-Storm terdiam sembari berusaha mengatur nafasnya yang terengah-engah.

“Boleh juga dia sekarang,” gumam X-Storm, sebelum akhirnya ia berlari dengan kecepatan tinggi ke hadapan Waysteel.

Melihat hal demikian, Wasteel kembali memasang posisi siaga.

TRANK!! TRINK!!

Pedang Waysteel dan X-Storm beradu lagi. Jurus-jurus maut kembali mereka keluarkan selama`beberapa saat`.

TRANKK!!

X-Storm terseret ke belakang menahan kekuatan Dhamarwulan milik Waysteel. Namun kemudian, X-Storm menghentakkan pedangnya yang beradu dan itu membut Waysteel sedikit terpental ke belakang.

Memanfaatkan kesempatan yang ada, X-Storm langsung meninju dada Waysteel dengan tangan kirinya. Waysteel yang tidak siap menangkis pun terlempar cukup jauh dari posisi awalnya lalu menubruk pohon.

“Egh …,” Waysteel yang sudah setengah bangkit mengusap dadanya yang sakit. “Bahaya tangan kirinya.”

” X-Storm berdiri tegak dan tersenyum sinis dari balik helmnya. “Khuh!” dengusnya.

“Oke kalo begitu.” Wasteel kemudian menekan tombol merah yang ada di sebelah kiri sabuknya.

`Highspeed Activated!`

Mata sabuk Waysteel baru saja mengeluarkan suara.

Dalam sekejap, Waysteel langsung lenyap dari pandangan X-Storm.

“Hah?? Kemana dia??” X-Storm kebingungan.

Tiba-tiba, X-Storm merasakan tubuhnya ditebas berulang kali dengan kecepatan di luar batas. Kemudian, X-Storm merasakan perutnya dihantam oleh sesuatu yang membuatnya terpental jauh ke belakang.

Belum cukup sampai disitu, X-Storm ditebas lagi dari segala arah dengan kecepatan yang sama seperti sebelumnya. Sampai akhirnya, X-Storm terlempar, membentur tembok pabrik hingga hancur dan ia masuk ke dalamnya serta terguling-guling.

`Highspeed Over!`

Terdengar suara rekaman digital, dan Waysteel kembali dapat dilihat oleh pandangan mata.

Di saat yang hampir sama, X-Storm sudah kembali berdiri walau sempoyongan dan tubuhnya berasap-asap.

“Sial,” geram X-Storm sambil memegangi perutnya.

“Kakak yang maksa saya,” ucap Waysteel yang berdiri tegak memandang X-Storm yang jaraknya agak sedikit dekat.

“Baiklah ….” X-Storm lalu mengangkat lengan kirinya setinggi wajah, sebelum akhirnya mengepalkannya sembari berkata, “Invisible.””

Bersamaan dengan itu, tanda `X` yang ada di punggung tangan X-Storm pun menyala terang, dan tubuh X-Storm pun menghilang dari pandangan mata.

“Ah?!” Waysteel terkejut.

Tak berselang lama, tubuh Waysteel seperti ditebas berkali-kali dari segala arah dan tidak diberi kesempatan untuk bernafas.

Lalu, dagu Waysteel dihantam keras oleh sesuatu yang tidak terlihat sampai ia terpelanting ke atas, kemudian ia di hantam lagi ke bawah dan jatuh ke lantai sampai lantai tersebut retak dan berjejak seukuran tubuhnya.

Beberapa saat kemudian, X-Storm kembali terlihat, dan berada persis di depan Waysteel.

Waysteel terpojok. Ia sudah tak mampu melanjutkan pertarungan.

X-Storm berdiri menatapnya, lalu mengayunkan pedangnya, bersiap menyarangkan sabetan besar pada Waysteel.

Waysteel hanya bisa pasrah.

Namun, tiba-tiba X-Storm mengerang kesakitan. Pedangnya terjatuh ke lantai. Ia memegangi kepalanya sambil mengerang dengan tubuh sempoyongan.

Tak lama, tubuh X-Storm menghilang. Bersamaan dengan itu, pedangnya yang tergeletak di lantai juga menghilang.

Waysteel selamat. Tapi ia harus kehilangan kakaknya sekali lagi.

“Kakaakkk!!!” teriak Waysteel yang sudah setengah bangun dan dalam posisi berlutut. Ia mengepal tangannya kuat-kuat, kemudian meninju lantai hingga bolong. “Kenapa?? Kenapa harus kayak gini?? KENAPA???” Dari balik topengnya, Ariel meneteskan air mata.

Waysteel kemudian membuka penutup kecil yang ada di lengan kanannya dan menekan tombol disana, membuat lampu led yang ada disamping tombol itu menyala dan mengeluarkan suara rekaman digital, `Armor System Deactivated!`

Spontan, armor yang dikenakan Ariel berubah menjadi transparan, lalu masuk ke dalam lampu yang ada di gagang Dhamarwulan. Setelah itu, ia mencabut Waysteel Digital Memory yang tertancap di atas gagang pedangnya tersebut dan mengantonginya di saku belakang celananya.

Waysteel telah kembali ke wujud Ariel.

Ariel kemudian mengambil Wayphone di dalam saku celana sebelah kirinya, lalu menekan tombol `111` dan dilanjutkan dengan tombol `Ok` pada benda itu. Seketika, layar Wayphone menampilkan gambar sarung pedang Dhamarwulan. Tak lama, di depan Ariel muncul serpihan-serpihan holograpichal yang kemudian berubah menjadi sarung pedang Dhamarwulan.

Ariel mengambil sarung pedang tersebut, menyisipkan Dhamarwulan ke dalamnya, lalu menyembunyikan pedang tersebut dibalik jasnya. Setelah itu, ia berdiri, kemudian memeriksa setiap sudut ruangan untuk mencari dimana Priska disembunyikan.

Sampai akhirnya, di salah satu ruangan, Ariel menemukan Priska tengah tergeletak tak sadarkan diri di pipa besi yang besar dengan tubuh yang terikat oleh tali tambang. Ariel langsung menghampirinya. Ia membuka tali tambang yang mengikat tubuh Priska, lalu membuka lakban yang memplester mulut gadis itu.

Perlahan-lahan Ariel mengguncang-guncang tubuh Priska.

Kelopak mata Priska mulai terbuka pelan-pelan. Pandangan yang pertama kali ia lihat ialah sosok Ariel yang sedang memandang dirinya.

Priska langsung terkejut. Ia yang sudah sadar dari pingsannya segera duduk dan mundur menjauhi Ariel dengan cepat, kemudian bertanya, “Ariel?? Kok lo bisa ada disini?? Lo nggak ngapa-ngapain gue kan??”

“Bagus kalo kamu udah sadar.” Ariel berdiri, kemudian membelakangi Priska. “Ayo pulang!”

“Heh! Lo nggak ngapa-ngapain gue kan??” Priska mengulang pertanyaannya.

“Khuh!” dengus Ariel. “Buat apa?” Suaranya terdengar berat dan berwibawa.

“Bagus deh kalo gitu.” Priska lalu berdiri.

“Mau pulang bareng?” tanya Ariel tanpa menoleh ke arah Priska.

“Nggak usah!” tolak Priska. “Gue pulang sendiri aja.”

“Yaudah,” balas Ariel yang kemudian berjalan meninggalkan Priska.

Ariel berjalan ke arah luar. Sesampainya di luar, ia langsung menaiki Waybringer, menstarternya, dan melesat pergi dari tempat tersebut.

 =***=

Part 3 End

Nantikan kelanjutan ceritanya Minggu 30 Oktober 2016, pukul 07 atau 08 malam.

Standar
Novel Tokusatsu Indonesia

Waysteel: Wayang Baja (Indonesian Superheroes) ~Part 2

Kediaman Sadewa – Kota Sheraton, Rabu 29 April 2020, pukul 05:30 WIB.

Di sebuah dojo yang besar nan luas, seorang pemuda bertubuh tinggi dengan rambut poni menyamping tengah berdiri tegak. Ia mengenakan baju tangan panjang berbahan kulit yang cukup ketat berwarna hitam dan celana panjang berwarna senada. Pemuda itu adalah Ariel Sadewa.

Sebilah pedang panjang bergagang hitam yang tak lain adalah ‘Dhamarwulan’ yang ia genggam perlahan ia lepaskan dari sarungnya.

Setelah itu, ia menebas setiap pisau bundar pipih seukuran tubuh manusia yang berdatangan ke arahnya sambil sesekali menghindar. Pisau-pisau tersebut menggantung di langit-langit dojo dengan rantai.

Setiap gerakan Ariel terlihat sangat luwes, cepat, gesit, fokus, dan bertenaga. Tidak ada sama sekali terlihat gerakan yang sia-sia.

Ketika pisau-pisau itu kembali berbalik padanya, ia segera memasang kuda-kuda tengah, dan… “Haa ..!!” memutar tubuhnya seperti gangsing hingga melayang ke udara, membuat pisau-pisau tersebut sukses kena tebasan berputar dan terlempar ke berbagai arah.

Lalu….

Tep!

Ia pun mendarat dengan posisi berlutut.

Cklek!

Terdengar suara pintu yang dibuka oleh seseorang.

“Tuan Ariel!” seorang wanita berjilbab putih dengan setelan baju dominan putih pula serta tubuh yang ramping masuk ke dalam dojo. Dialah yang membuka pintunya. Pipinya yang tembam membuatnya terlihat menggemaskan.

Ariel menoleh ke arah wanita berjilbab itu. “Ya, Mbak Ritha?” Ia kemudian berdiri dari posisi mendaratnya tadi.

“Mbak ikut seneng ngedenger cerita tuan semalem,” kata wanita dengan nama lengkap Maritha Rinjani itu.

“Satu dendam udah terbalas,” ucap Ariel seraya berjalan ke arah dimana sarung pedang Dhamarwulan tergeletak. Ia memungut sarung itu lalu menyisipkan Dhamarwulan ke dalamnya.

Maritha tersenyum.

“Tapi … Masih ada satu dendam lagi. Dia yang udah motong tangan kiri kakak,” ucap Ariel yang kemudian menatap tajam ke depan.

“Iya, tuan. Mbak sih sebagai orang kepercayaan Keluarga Sadewa cuma bisa ngasih support aja atas tujuan tuan,” balas Maritha. Ia lalu tersenyum manis.

Setelah itu, Ariel pergi. Ia pergi ke kamarnya.

Ariel lalu membuka pintu lemari berwarna hitam yang ada di dalam kamarnya.

Di dalam lemari tersebut ada banyak sekali baju serta jaket hitam panjang yang menggantung.

Ariel mengambil salah satu jaket hitam panjang yang menggantung itu kemudian memakainya. Jaket tersebut memiliki kantung pada dada sebelah kanan dan kirinya, serta hiasan berbentuk huruf `V` yang berbaris vertikal di tepi luar kedua tangannya. Jaket itu adalah jaket kesayangan Ariel. Dhamarwulan yang ia bawa ia sembunyikan di balik jaket tersebut. Pedang itu menempel pada magnet yang ada di dalam jaket.

Kemudian, ia berjalan ke sebuah pintu yang di sampingnya terdapat benda kotak dengan banyak tombol dan sebuah layar kecil. Ariel memijit beberapa tombol yang ada di benda kotak itu.

Tak lama, layar kecil yang terletak di dekat tombol menunjukkan tulisan: `Wayang Base Unlocked`.

Pintu ruangan bernama `Wayang Base` yang ada disana langsung bergeser ke samping. Ariel pun segera masuk ke dalamnya.

Di dalam ruangan tersebut, terdapat segala kecanggihan
tekhnologi, berikut ukiran-ukiran huruf pallawa dan sansekerta. Selain itu, juga terdapat gambar-gambar serta patung salah satu kesenian tradisional Indonesia: `Wayang`.

Ariel kemudian berjalan menuju sebuah tabung besar yang ada disana. Di dalam tabung itu, sebuah armor dengan warna dominan hitam berdiri tegak. Armor tersebut ialah armor yang mengubah jati dirinya sebagai `Waysteel`.

Ariel lalu menekan tombol yang menempel di tabung besar tersebut, membuat armor Waysteel yang ada di dalamnya berubah menjadi serpihan-serpihan holograpichal dan kemudian menghilang.

Sebuah selang yang terhubung dengan tabung tersebut mengeluarkan serpihan-serpihan holograpichal ke dalam sebuah wadah kaca yang di dalamnya terdapat memory yang semalam digunakan Ariel untuk `berubah` menjadi Waysteel. Di depan wadah kacah itu tertera tulisan `Waysteel Digital Memory`.

Serpihan-serpihan hologprapichal tersebut merasuk semuanya ke dalam Waysteel Digital memory begitu keluar dari selang.

Ariel kemudian mengambil memory itu dan mengantonginya di dalam saku celana belakang bagian kiri. Ia juga mengambil sebuah benda persegi dengan warna dominan hitam yang bentuknya seperti `handphone`. Benda itu tergeletak disamping wadah kaca tempat Waysteel Digital Memory disimpan. Di atas layar benda itu tertera tulisan `Wayphone` yang menunjukkan nama dari benda itu sendiri. Ariel lalu memasukkan benda tersebut di saku celana samping kiri. Wayphone adalah benda yang semalam Ariel gunakan untuk memanggil sarung pedang Dhamarwulan dari jauh.

Usai semua persiapan selesai, Ariel menggesekkan `Kartu Tanda Pengenal (KTP)`nya ke mesin gesek yang menempel pada salah satu dinding Wayang Base.

Seketika, dinding itu membuka ke atas.

Ariel pun segera masuk ke dalamnya.

Di dalam, terparkir sebuah `motor sport` berwarna hitam nan `futuristik` yang semalam Ariel kendarai.

Gambar motor
imageedit_1_7183863680

Ariel membuka jok motor tersebut lalu mengambil helm hitam di dalamnya, kemudian memakainya.

“Let’s go, Waybringer!” seru Ariel. Setelah itu ia menunggangi motor hitam yang ia panggil `Waybringer` tersebut dan tak lupa melipat standar motor itu dengan ujung tumitnya.

Begitu sudah distarter, Ariel dengan Waybringer-nya melesat meninggalkan kediaman keluarga Sadewa.

=***=

Satu jam kemudian… Ariel sampai di kampusnya: Universitas Cahaya Sakti. Pemuda itu langsung memarkirkan Waybringer di lapangan parkir kampus. Setelah membuka helm hitam yang melapisi kepalanya lalu menaruh helm tersebut di dalam jok Waybringer, Ariel berjalan menuju kelas.

Ketika Ariel menjejakkan kaki di koridor, pesonanya langsung mencuri perhatian para mahasiswi Univ. Cahaya Sakti. Semua mata mahasiswi tertuju padanya. Meski banyak dari mereka yang malu-malu. Tak cukup sampai disitu, di dalam kelasnya, Ariel mendapat banyak surat cinta dari para gadis di kolong mejanya.

“Hai Ariel…” Seorang gadis berkacamata bulat besar dengan rambut dikepang menghampiri Ariel. Penampilannya seperti seorang `kutu buku`.

“Ya, Sonya.” Hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Ariel.

Gadis tersebut lalu memberikan surat beramplop pink pada Ariel.

Ariel menerimanya. Menerimanya dengan tatapan dingin.

Sonya lalu pergi dari hadapan Ariel dan duduk di bangku yang letaknya tak jauh dari bangku tempat Ariel duduk.

Tidak lama kemudian, seorang dosen wanita masuk kelas.

“Selamat pagi, semuanya!!” sapa sang dosen.

“Pagi, bu!!!” balas mahasiswa dan mahasiswi di dalam kelas itu serentak.

“Oke, kali ini ibu mau memberi tugas untuk tanggal merah besok, seperti janji ibu tempo lalu. Ibu bagi per-kelompok ya,” ucap sang dosen.

Murid-murid mulai riuh, mencari kelompok masing-masing. Banyak yang ingin sekelompok dengan Ariel dan juga Priska.

“Kelompok satu ….” Dosen berkacamata dan berambut panjang sebahu itu kembali berucap sambil memandang sekeliling.

Hal itu, membuat murid-murid khawatir kalau nanti kelompok mereka tak sesuai keinginan.

“Sonya Saputri dan Heri Tony!!” kata dosen tersebut.

Sonya (gadis yang tadi memberikan surat pada Ariel) nampak senang sekali. Tapi, laki-laki berambut `spike` di seberang bangkunya, Heri, nampak kecewa.

“Mimpi apa gue semalem, sekelompok sama cewek cupu kayak gitu? Padahal pengennya sama Priska,” batin Heri.

“Yak, dan kelompok dua, Priska Agni, dan ….” Dosen itu menyapukan matanya ke seisi kelas. “Ariel Sadewa!!”

Priska berdiri dari bangkunya. “Bu! Kok saya sekelompok sama yang begitu sih??” Protesnya seraya menunjuk Ariel.

“Priska… Kamu sekelompok sama siapa juga ibu yang nentuin,” ucap sang dosen. “Oke, jadi materinya ibu tulis ya!” Ia kemudian berjalan ke papan tulis dan menulis apa saja materinya.

“Besok jangan sampe telat,” kata Ariel dengan nada dingin seraya memandang Priska yang duduk di bangku seberang kirinya.

“Ariel..!!” geram Priska.

=***=

Keesokan harinya, Priska datang lebih awal. Ia duduk di bangku taman dekat salah satu komplek perumahan megah di Kota Sheraton.

Tidak lama kemudian, Ariel datang dengan motor hitam kesayangannya: Waybringer.

“Heh! Lo udah gue tungguin daritadi! Kemana aja lo??” tanya Priska dengan nada sewot.

Ariel hanya diam. Ia lalu membuka helm dan turun dari motornya.

“Heh, tahu nggak sih lo? Lo itu datengnya-” kata-kata Priska terputus begitu ia melihat jam tangannya. Waktu di jam itu menunjukkan pukul delapan tepat.

“Apa?” tanya Ariel datar.

“Iya deh, lo dateng tepat waktu,” jawab Priska.

“Oke, jadi sekarang-”

“TOLOOONG!!!”

Ucapan Ariel terpotong begitu ia mendengar teriakan dari seorang gadis.

Lama kelamaan, teriakan tersebut semakin terdengar. Gadis itu tengah dikejar-kejar oleh seorang pria berpakaian rapih serba hitam.

Dengan sigap, Ariel menolongnya.

Saking takutnya, gadis itu langsung bersembunyi di belakang Ariel.

“Siapa kamu?” tanya orang berjas hitam itu pada Ariel. “Serahin gadis itu ke saya!” lanjutnya.

“Gimana kalau saya nggak mau?” balas Ariel.

“Saya akan pakai cara paksa!” Orang berjas hitam itu kemudian mengepal kedua tangannya dan memasang posisi siap menyerang.

Melihat hal tersebut, Ariel menekuk tangan kirinya di depan dada dan tangan kanannya ia kepal ke depan dengan posisi tubuh tegak lurus. Ia juga memasang posisi siap menyerang.

Gadis yang bersembunyi di belakang Ariel segera menyingkir dari sana dan bersembunyi di balik pohon.

Tak lama kemudian. “Heeeaaa!!!” Orang berjas hitam tersebut berlari menuju Ariel.
Ketika orang berjas hitam itu mencapai jarak yang dapat dijangkaunya, ia segera melayangkan tinju ke wajah Ariel. Namun, Ariel memutar bahu kanannya ke belakang, sehingga serangan itu luput.

Ariel membuang tangan pria tersebut ke bawah lalu memelintirnya. Setelah itu, ia menendang perut pria berjas hitam tersebut hingga terpental ke belakang.
Pria itu kembali bangun dan melanjutkan pertarungan. Ariel pun menyongsongnya. Sampai akhirnya mereka bertarung sengit satu lawan satu dengan tangan kosong.
Jaket hitam panjang yang dikenakan Ariel beberapa kali berkibar di tengah pertarungan.

Kemenangan berpihak pada si jas hitam. Ariel terguling akibat tendangan yang dilancarkan si jas hitam ke dadanya.

Ketika tubuh Ariel berhenti berguling, si pria jas hitam memutar tubuhnya. Ketika putaran berhenti, ia berubah menjadi sesosok makhluk yang ‘mengerikan’. Makhluk itu memiliki sepasang tanduk berwarna hitam dan keseluruhan tubuhnya berwarna dominan merah. Kuku-kuku panjang nan runcing tak ketinggalan menghiasi tangan serta kakinya.

“Makhluk aneh macam apa itu?” gumam Ariel. Ia langsung mengambil `Dhamarwulan` dari balik jaketnya.

Makhluk itu melompat. Melompat mencakar Ariel.

Ariel yang tidak siap menerima cakaran itu pun terpental dari posisi awalnya. Padahal Waysteel Digital Memory sudah di tangannya, tapi memory tersebut terlontar jauh dan masuk ke dalam lubang berteralis besi. Benda itu lolos dengan mudahnya di teralis besi berukuran kecil tersebut.

“Sial!” keluh Ariel. Ia lalu berdiri, dan melepaskan Dhamarwulan dari sarungnya.

“Khahahaha… Sekarang, aku adalah Asura.” Makhluk itu menyeringai. “Siap-siaplah untuk mati! Heeahh!!” teriaknya yang kemudian berlari dan melayangkan cakarnya ke arah Ariel.

Sayangnya, serangan makhluk itu meleset. Bahkan serangan kedua dan ketiga kembali dihindari oleh Ariel.

Ariel pun membalas dengan menebas tubuh Asura secara diagonal, dari kiri bawah ke kanan atas, serta menendang parutnya hingga makhluk jelek bertanduk dua itu terlempar dari posisi awalnya. Tapi, ia segera kembali berdiri, lalu berlari dan melayangkan tinju pada Ariel.

Ariel mengelak ke samping kiri, kemudian segera mengayunkan pedangnya persis ke arah kepala Asura.

Namun, Asura merunduk dan langsung menendang Ariel dengan kaki kanannya.

Ariel yang tidak siap, terkena tendangan itu hingga mundur dua langkah ke belakang. Meski begitu, ia tetap terlihat tenang. Dan mereka berdua kembali saling serang.

Kelihatannya pertempuran kali ini diungguli oleh Ariel. Terlihat dari kombo-kombo berpedangnya yang bisa membunuh Asura kapan saja.

Sampai pada akhirnya…

BASH! CRATS!!

Pinggang Asura terpisah dari badannya akibat tebasan mendatar yang dilancarkan Ariel ke bagian pinggangnya. Lalu kedua bagian tubuh makhluk itu berubah menjadi pasir.

Ariel kemudian berjalan ke tempat dimana sarung pedang Dhamarwulan tergeletak. Ia mengambil sarung itu dan menyarungkan Dhamarwulan ke dalamnya.

Tiba-tiba, Ariel ingat sesuatu. “Oiya! Baru inget kalau saya bawa Wayphone.” Ia lalu merogoh saku celana sebelah kirinya dan mengambil benda persegi panjang berwarna hitam yang ia sebut `Wayphone`.

Ariel menekan tombol `222` yang ada di benda tersebut kemudian menekan tombol `Ok`.

Seketika, layar yang ada pada Wayphone memunculkan gambar Waysteel Digital Memory.

Waysteel Digital Memory yang tadi jatuh ke dalam lubang berubah menjadi serpihan-serpihan holograpichal dan kemudian menghilang. Lalu, serpihan-serpihan holograpichal tersebut muncul dihadapan Ariel dan berubah menjadi Waysteel Digital Memory. Benda kotak itu melayang-layang di depannya.

Ariel mengambil benda tersebut dan langsung mengantonginya di saku belakang sebelah kiri celananya.

“Kalau tadi saya pake Wayphone buat menteleport Waysteel Digital Memory, mungkin saya udah berubah jadi Waysteel. Tapi nggak apa-apalah. Makhluk itu ternyata lebih lemah dari yang saya perkirain,” gumam Ariel.

Tak lama, gadis berambut panjang sebahu yang tadi ditolongnya, berjalan menghampirinya. “Makasih ya kak,” ucapnya.

Ariel menoleh ke belakang, ke tempat dimana gadis itu berdiri dan membalasnya dengan anggukan.

Setelah itu, Ariel dan Priska mengantar gadis tersebut pulang. Si gadis naik vespa tua berwarna biru yang ia bawa, sementara Priska dibonceng Ariel dengan motornya.

Sesampainya di rumah si gadis yang berada di lingkungan kecil nan kumuh, Ariel dan Priska mampir sebentar.

Si gadis dan Ariel berkenalan, namanya Chintya. Sedangkan Priska, ia sudah kenal lama dengan Chintya. Chintya adalah tukang gado-gado keliling langganannya.

Chintya ke dapur sebentar, lalu kembali sambil membawa dua gelas teh hangat. Ia menyuguhkan teh itu untuk Ariel dan Priska.

“Maaf ya kalau rumahnya kecil,” ucap Chintya. Gadis berambut panjang sebahu dan bermata bulat itu kemudian duduk disamping Priska.

“Nggak apa-apa tha, santai aja,” kata Priska, “Ngomong-ngomong tadi kamu kenapa bisa dikejar-kejar sama orang berjas hitam itu?” tanyanya.

“Gara-gara aku nyoba ngebebasin tumbal yang diminta sama orang berjas hitam itu ke orang yang ada di komplek tadi. Sayangnya aku ketahuan, terus dikejar deh. Sebenernya orang berjas hitam itu nggak cuma sendiri. Mereka banyak. Tapi aku tadi dikejar sama satu orang aja,” jawab Chintya.

“Tumbal??” Priska mengernyitkan dahinya.

Chintya mengangguk. “Iya. Tumbal buat diserahin ke petinggi mereka.”

“Terus dibuat apa tuh tumbal?”

“Setahu aku, buat diisep darahnya sama petinggi mereka. Atau buat dipersembahin ke setan di upacara wajib keagamaan mereka yang diadain tiap malem Selasa Kliwon sama malem Jum’at Kliwon.”

“Diisep darahnya??” Dahi Priska kembali mengernyit. Ia jadi ingat ketika ia dikejar-kejar dan ingin dihisap darahnya oleh Romy waktu itu. “Jangan jangan …,” gumamnya sambil menempelkan jari telunjuk di dagunya.

“Kenapa kak?” tanya Chintya, memecah lamunan Priska.

“Oh nggak kok, nggak apa-apa,” jawab Priska. “Oh iya, apa kamu tahu siapa nama petinggi orang yang ngejar kamu itu?”

“Kalo nama petingginya aku nggak tahu. Aku cuma tahu kalau mereka termasuk petingginya tergabung dalam organisasi kegelapan Dark Rhapsody,” jawab Chintya.

“Dark Rhapsody??” Ariel terkejut. Ia jadi teringat dengan perkataan Strong yang bertempur dengannya belum lama ini. Strong bilang kalau dia tergabung dalam organisasi kegelapan Dark Rhapsody.

“Kenapa Kak Ariel, kok kaget gitu??” tanya Chintya.

“Iya Riel, lo kenapa?” Priska menimpali.

“Nggak. Nggak apa-apa,” jawab Ariel.

“Oh iya, Dark Rhapsody itu organisasi apa sih? Kamu tahu nggak, Chin?” tanya Priska.

“Tahu kak,” angguk Chintya. “Dark Rhapsody itu organisasi sesat yang kerjaannya terus-terusan nyari tumbal sama terus-terusan nyari anggota. Kalau nyari tumbal, kakak udah tahu kan tujuannya buat apa? Nah, kalau nyari anggota, tujuannya buat menguasai dunia. Mereka mau semua orang jadi bagian dari mereka. Kalau udah gitu, dunia gampang mereka kuasain. Perlahan tapi pasti, anggota Dark Rhapsody terus-terusan bertambah. Orang-orang di komplek tadi, Komplek Nusa Indah, mereka semua anggota Dark Rhapsody, termasuk pemilik komplek, RT, sama RW’nya.”

“Kenapa mereka mau jadi anggota Dark Rhapsody?? Apa yang mereka dapet??”

“Mereka dapet rumah gratis, terus dapet apa yang mereka mau.”

“Rumah gratis??”

“Iya. Rumah gratis di Komplek Nusa Indah atau tempat lain yang orang-orangnya anggota Dark Rhapsody.”

“Detail banget. Kamu tahu informasi sedetail itu darimana, Chin?”

“Dari mantan anggota Dark Rhapsody. Dia temen deket aku. Dia keluar gara-gara aku nasehatin, terus juga gara-gara ada masalah sama salah satu pengikut organisasi itu. Tapi, beberapa hari kemudian, temenku itu hilang bagai ditelan bumi. Nggak pernah ada kabarnya lagi. Dia pernah bilang, siapapun yang keluar dari Dark Rhapsody harus dibunuh! Semoga itu nggak terjadi sama dia.” Tanpa terasa air mata menetes dari pelupuk mata Chintya.

“Yaudah Chin, jangan dipikirin… Yang berlalu biarlah berlalu,” kata Priska. Ia mengelap air mata Chintya, lalu menepuk dan mengusap-usap pundaknya. “Jadi intinya, Dark Rhapsody itu selain nyari tumbal juga nyari anggota ya? Bahaya juga ada organisasi kayak gitu.”

“Tapi tumbalnya nggak sembarangan, kak. Tumbalnya harus cewek berumur belasan sampe dua puluh lima tahun. Karena bagi petinggi mereka, darah cewek dengan umur segitu rasanya enak banget. Terus, menurut mereka, apa yang baik buat mereka baik juga buat setan. Makanya, gadis-gadis yang mereka tangkep selain diisep darahnya juga dipersembahin buat setan.”

“Ohh…” Priska manggut-manggut. “Hmm… Ngomong-ngomong orangtua kamu kemana, Chin? Kamu tinggal disini sama siapa? Maaf banyak tanya.”

“Aku tinggal disini sama temen. Dia yang nampung aku pas aku berhasil kabur dari penjara yang ada di markas Dark Rhapsody. Untung aku ketemu dia, kalau nggak aku bisa terlantar di jalanan,” jawab Chintya. “Kalau orangtua aku … Mereka … Mereka jadi anggota Dark Rhapsody. Aku adalah orang yang mereka tumbalin,” lanjutnya. Air mata kembali menetes dari pelupuk matanya.

“Udah udah…” Priska mengusap air mata Chintya. “Jangan sedih lagi, Chin. Yang penting kamu masih bisa hidup. Kehidupan itu mahal harganya.”

Chintya mengangguk. “Makasih kak.” Ia lalu tersenyum.

Priska membalas senyuman Chintya. Setelah itu, ia menyeruput teh yang terhidang untuknya.

Chintya lalu menatap Ariel. “Kak Ariel, ayo diminum tehnya!”

Ariel hanya mengangguk. “Oh iya Chintya, kayaknya kita mau cabut dulu nih. Nggak apa-apa kan?” ucapnya kemudian.

“Iya kak, nggak apa-apa. Aku udah biasa sendirian kok,” balas Chintya.

“Ayo Pris, kita ada tugas,” ujar Ariel.

Priska menghela nafas. “Ayo deh,” ucapnya. “Chin, kita cabut dulu ya. Kamu bae-bae disini, oke?”

“Oke kak… Sip!” Chintya mengacungkan jempol.

Priska mengangkat tasnya, kemudian pergi mengikuti Ariel dan naik di belakang motor pemuda itu.

Tak lama, motor Ariel pun berangkat, Berlalu meninggalkan kediaman Chintya.

=***=

Universitas Cahaya Sakti – Kota Sheraton, Kamis 30 April 2020, pukul 06:30 WIB.

Di luar, tak jauh dari pintu kelas…

“Selfie selfie! Selfie!” Priska mengarahkan kamera handphonenya ke atas kepalanya secara diagonal, dengan posisi layar handpone menghadap depan wajahnya.

Kedua temannya, Dhinda dan Jenny berdiri di kiri kanannya.

Klik!

Priska menekan tombol ‘OK’ pada handponenya.

Penampilan sudah cantik, gaya sudah oke, tapi apa daya, gambarnya rusak ketika Ariel lewat persis di belakang mereka tepat ketika tombol OK dipencet.

Bukan main sebalnya Priska saat itu. Ia pun menoleh ke belakang.

“Heh! Ngapain lo pake ada di belakang segala?” tanyanya pada Ariel. “Udah kemaren pas tugas nyebelin banget. Sekarang tambah nyebelin lagi. Rusak tuh foto selfie’an gue!”

Ariel hanya diam, lalu kembali meneruskan langkahnya.

“Heh! Denger nggak?? Dasar lo cowok nyebelin!” maki Priska. “Kenapa sih cowok kayak lo pake ada segala di dunia ini?? Eh, Denger nggak sih lo??”

Makian itu hanya diacuhkan saja oleh Ariel, bagaikan angin lalu. Ia terus saja melangkah, seolah seperti tidak terjadi apa-apa.

Food Court Univ. Cahaya Sakti, pukul 07:00 WIB.

“Sumpah ye, si Ariel itu nyebelin banget!? Pembawa sial buat kita tahu nggak tuh anak!?” ujar Priska.

“Emang dari dulu gitu kan?” kata Jenny. “Apalagi tuh anak belagu. Sok nggak mau temenan sama orang. Liat aja, dia sendirian terus.”

“Mentang-mentang punya perusahaan ternama di kota ini, terus jadi yang terbaik dalem segala bidang, dia nggak mau gaul sama anak-anak di kampus. Mungkin dia ngerasa kalau anak-anak di kampus nggak sepadan sama dia. Songong tuh anak,” timpal Priska.

Jenny mengangguk. “Setuju!”

“Oiya, kayaknya ada yang kurang nih!? Si Dhinda kemana sih?? Abis selfie langsung ngilang entah kemana tuh anak.” kata Priska.

“Entah.” Jenny mengangkat bahunya. “Dari bulan-bulan kemaren suka begitu tuh dia, ilang-ilangan nggak jelas. Nggak bilang pula mau kemana.”

Priska menghela nafas. “Ahh… Yaudahlah, biarin aja. Kita tungguin aja disini.”

Bersamaan dengan itu, di tempat lain. Di dalam kamar sebuah mansion megah nan angker.

“Strong … Sudah mati,” ucap seorang pria tinggi, berambut jambul dan berjaket biru panjang dengan logat `kejepangan`

“Dia itu sembrono. Pantas saja cepat mati,” timpal seorang wanita bertopeng gagak serta bergaun putih nan indah. “Kuat tapi bodoh, itu percuma saja.”

“Tapi … Kematian Strong membuat saya terpukul.”

“Biarkan saja! Orang itu memang pantas mati. Dia mati gara-gara kecerobohannya yang tidak melihat-lihat dulu kuat-lemahnya lawan. Asal sradak sruduk saja.”

“Orang itu … Padahal armornya lebih lemah dibanding armor Strong, tapi strateginya bukan main. Dan kekuatan tambahan pada armornya sanggup meluluh lantakkan Strong. Sayang, waktu itu saya cuma menyaksikan dari jauh. Saya fikir Strong bisa menang.”

“Itulah Strong. Dia itu bodoh. pakai ada acara kencan dengan gadis-gadis yang mau dia hisap darahnya segala. Dia terlalu banyak main-main dan tidak serius. Hanzo, jangan sampai kamu meniru dia!”

“Haik! Ratu Gagak, saya akan buktikan kalo saya lebih baik dibanding dia!”

“Bagus. Lakukan tugas kamu dengan baik!”

“Siap laksanakan! Demi organisasi kita, Dark Rhapsody!”

=***=

Komplek Nusa Indah – Kota Sheraton, Jum’at 01 Mei 2020, pukul 16:00 WIB.

Hanzo meminta jatah anak gadis pada seorang pria tua yang baru dilantik jadi pengikut Dark Rhapsody.

Anak gadis bapak itu dimasukkan ke dalam mobil caravan putih oleh `anak buah` Dark Rhapsody dengan kasar.

Mereka tidak sadar, kalau dari tak jauh dari sana, di balik semak-semak, Ariel tengah mengawasi mereka.

“Mereka pasti Dark Rhapsody! Dari sini, saya bisa dapet info tentang satu orang lagi yang jadi penyebab kematian kakak,” gumam Ariel.

“Terimakasih, pak!” ucap Hanzo.

“Sama-sama,” balas si bapak.

“Oh iya, Senin besok jangan lupa datang ya ke upacara wajib keagamaan kita, upacara penyembahan setan!” kata Hanzo.

Bapak-bapak gemuk dan berkumis itu mengangguk. “Oke!”

Hanzo lalu masuk mobil. Tak lama, mobil tersebut jalan.

Ariel keluar dari persembunyiaannya di balik semak-semak, kemudian mengenakan helm dan menggas motornya untuk membuntuti Hanzo.

Di saat sedang asyik-asiknya menyetir, Hanzo melihat dari kaca spion mobilnya, ada motor yang membuntutinya. Apa lagi kalau bukan motor kesayangan Ariel, Waybringer.

“Wah! Orang itu!” ucap Hanzo. Ia pun segera menghentikan laju mobilnya.

Di waktu yang hampir bersamaan, Ariel menghentikan motornya.

Hanzo keluar dari mobil ketika Ariel melepas helmnya.

“Kenapa kamu ngikutin mobil saya?” tanyanya pada Ariel.

Ekspresi Ariel mendadak terkejut. “Ah?! Nggak salah lagi, dia …” Fikirannya tiba-tiba melayang ke 13 tahun yang lalu ketika tangan kakaknya ditebas oleh orang berambut jambul dengan jaket biru panjang. Ariel yang kala itu memperhatikan wajah serta ciri-cirinya, ingat betul siapa orang yang ada di hadapannya saat ini.

“Kenapa, hah??” tanya Hanzo sekali lagi.

“Kamu pasti Hanzo!” ujar Ariel. Tatapan matanya yang dingin menajam, menusuk mata Hanzo.

“Eh?? Darimana kamu tahu nama saya??” tanya Hanzo.

“Itu nggak penting,” jawab Ariel dengan nada dingin. “Sekarang, saya akan kirim kamu ke neraka, sekaligus ngebebasin cewek yang kamu bawa!”

“Apa? Bagus juga rasa percaya diri kamu,” ucap Hanzo. “Tapi, kamu harus imbangi perkataan kamu itu dengan perbuatan!” Kemudian ia melekatkan jari tengah dan jempol ke bibirnya, lalu bersiul.

Tak lama, enam orang dengan setelan jas hitam serta celana panjang yang juga berwarna hitam keluar dari dalam mobil Hanzo.

“Coba kirim dulu anak buah saya ini ke neraka! Kalau kamu bisa, baru kamu coba kirim saya! Kalau berhasil, kamu boleh ngebebasin cewek yang saya bawa! Hahaha,” ucap Hanzo.

Setelah diberi komando, anak buah Hanzo pun segera mengepung Ariel. Enam lawan satu.

Mereka semua langsung beralih rupa menjadi sosok ‘monster’ dengan tubuh dominan merah, dilengkapi dua tanduk hitam di kepalanya. Wujud monster itu serupa dengan monster yang dihadapi Ariel belum lama ini. Monster itu adalah ‘Asura’.

“Makhluk itu …,” gumam Ariel, “Ternyata mereka nggak cuma satu. Tapi nggak masalah, karena tanpa berubah jadi Waysteel pun saya yakin bisa ngalahin mereka.”

Salah satu Asura maju, menyerang Ariel dengan cakarnya.

Mengetahui hal itu, Ariel cepat-cepat mengambil Dhamarwulan dari balik jaketnya. Ia memanfaatkan ujung gagang Dhamarwulan, menyerudukkannya ke perut Asura itu.

Di waktu yang hampir bersamaan, dua Asura lagi maju.

Ariel memutar tubuhnya dan melancarkan tendangan ke kepala 2 Asura tersebut, membuat tubuh 2 Asura itu terputar di udara, sebelum akhirnya jatuh tersungkur ke tanah.

Kemudian, Ariel yang sudah melepaskan Dhamarwulan dari sarungnya, menebasi Asura yang pertama kali menyerang tadi berulang kali dengan pedang tersebut. Tubuh Asura itu pun terbelah menjadi beberapa bagian dan memuai menjadi pasir putih.

Satu Asura lagi maju, menyerang dari belakang Ariel.

Menyadari hal tersebut, Ariel memutar tubuhnya ke belakang, lalu menusuk perut Asura itu. Disusul dengan membelah tubuhnya menjadi 2.

Satu Asura lagi tewas menjadi pasir. Sisa 4.

Dua Asura yang tadi jatuh kembali bangun. Mereka segera menyerang Ariel secara bersamaan. Begitu pula dengan dua Asura lainnya.

Ariel memasang kuda-kuda siap menyerang. Ketika keempat Asura itu maju, Ariel segera memutar tubuhnya seperti `gangsing`.

Tubuh keempat Asura tersebut langsung terpotong-potong begitu mereka terkena tebasan berputar dari Ariel. Tubuh keempat Asura itu pun langsung berubah menjadi pasir putih.

Tidak lama kemudian, Ariel berhenti berputar. Ia menatap Hanzo dengan tajam.

Hanzo bertepuk tangan. “Bravo… Bravo… Betul-betul kemampuan yang hebat! Dan sekarang, lawan kamu adalah saya. Bersiaplah!!” Ia lalu mengeluarkan `samurai` dari balik jaketnya dan memasang kuda-kuda siap menyerang.

Ariel juga memasang kuda-kuda dengan Dhamarwulan-nya, bersiap menerima serangan Hanzo.

“Heeeaaa!!!!” Hanzo berlari menuju Ariel.

Begitu Hanzo merasa jaraknya sudah dekat, ia segera mengayunkan samurainya.

Ariel yang menyadari datangnya serangan itu langsung menghindar dari tebasan Hanzo, lalu melakukan tebasan persis di tubuhnya, dari kanan atas ke kiri bawah, hingga jaket Hanzo sobek.

Namun, jaket itu perlahan kembali seperti sediakala, begitu juga dengan luka di tubuhnya, meski rasa sakit tetap ada.

Hanzo yang tidak terima lantas melakukan serangan balasan dengan meloncat untuk menebas Ariel dari atas.

Tak sempat
mengelak, tebasan Hanzo
telak mengenai tubuh Ariel.

Setelah itu, Hanzo menebas Ariel sekali lagi, kemudian
menendangnya hingga terlempar beberapa meter ke belakang.

Tubuh Ariel mengeluarkan darah, baju dan jaketnya sobek akibat tebasan Hanzo.

“Hahahaha!” Setelah tergelak, Hanzo melompat, dan mendarat persis di tempat Ariel terlempar, kemudian ia segera mengayunkan samurainya untuk menebas Ariel yang saat itu masih terkapar di tanah.

Tidak mau menyerah disitu saja, Ariel pun mengadu samurai Hanzo dengan Dhamarwulannya.

Tenaga mereka terus beradu selama beberapa saat. Ariel ke atas, sedangkan Hanzo ke bawah.

Sampai pada akhirnya, Ariel berhasil menang dari adu tenaga itu. Secepat mungkin ia memanfaatkan kesempatan tersebut dengan menusukkan Dhamarwulan ke perut Hanzo, kemudian melakukan tendangan tepat di tempat yang sama.

Hanzo pun terguling-guling ke belakang.

Begitu berhenti
berguling, Hanzo berusaha bangun meski harus susah
payah. Ia merasakan sakit teramat sangat di perutnya, walau lukanya itu berangsur-angsur pulih. Ia yang melihat batu besar disampingnya kemudian menendang batu itu ke arah Ariel.

Sadar akan serangan yang datang, Ariel pun langsung menebas batu tersebut hingga terbelah menjadi beberapa bagian.

Beberapa saat setelah itu, Hanzo berlari menuju Ariel.

Begitu jaraknya sudah dekat, ia langsung menyabetkan samurainya pada Ariel.

TRINK!

Namun, Ariel mampu menangkis sabetan itu dengan Dhamarwulan. Sampai akhirnya, mereka beradu pedang dengan sengit.

TRINK! TRANK! TRINK! TRANK! TRINK! TRANK!

Ariel dan Hanzo beradu serangan dengan sangat sengit. Posisi mereka saat ini berada pada kondisi stabil, dimana tidak terlihat siapa yang lebih unggul dan siapa yang berada dalam posisi terjepit.

Namun keadaan itu tidak berlangsung lama. Ariel
menemukan daerah yang terbuka di pertahanan Hanzo, setelah Hanzo gagal menyarangkan sabetan besarnya ke arah Ariel.

Ariel tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, ia menyarangkan tebasan, lalu tendangan ke dada Hanzo, menyebabkan Hanzo terpental sejauh beberapa langkah ke belakangnya.

Hanzo sempoyongan. Sekujur tubuhnya terasa amat sakit. Ia merasa tidak dapat melanjutkan pertarungan. Ia lalu merogoh saku jaketnya, mengambil sebuah benda bulat kecil berwarna hitam dari sana. Kemudian melemparkannya ke depan.

Begitu menyentuh tanah, benda tersebut mengeluarkan sinar yang sangat menyilaukan mata serta sedikit asap.

Ariel yang tak sempat menghindar, terpaksa harus merasakan efek dari granat yang mengkaburkan pandangan itu. Ia menghalangi wajahnya dengan punggung tangan kanannya.

Begitu efek benda itu habis, dan Ariel dapat kembali melihat, Hanzo sudah lenyap dari pandangan matanya.

Ariel lalu melihat sekeliling. Ia juga melirik ke mobil Hanzo yang ada disana.

Mobil tersebut kosong. Setiap pintunya terbuka. Tidak ada seorang pun di dalamnya, termasuk gadis yang dibawa Hanzo.

Ariel mendengus. “Sial!”

=***=

Part 2 End

Standar
Tak Berkategori

Waysteel: Wayang Baja (Indonesian Superheroes) ~Part 1

~Waysteel: Wayang Baja~

Opening Song: Power Metal Power – Mision
DOWNLOAD

Dalam dunia ini, akan selalu ada kebaikan, begitu pula kejahatan. Manusia tetaplah manusia. Ada yang bersyukur dan selalu tunduk kepada Tuhan, adapula yang kufur dan menentang Tuhan, seperti sekelompok orang yang ada di dalam mansion tua yang megah nan angker di tengah hutan, mereka menyembah setan serta mempertuhankannya.

Di ruangan lain mansion tua itu, ada banyak penjara yang semuanya berisi gadis-gadis muda.

Di malam yang sunyi dan dingin, seorang pria dengan jubah hitam bertudung membuka kunci salah satu penjara dan menarik satu gadis yang ada di dalamnya, lalu mengikat tangan gadis itu dengan tambang.

“Kenapa ini? Saya mau diapain??” tanya si gadis.

“Sudah jangan banyak tanya! Ikut saja!” jawab pria jubah hitam itu.

Si gadis cuma bisa diam, karena tidak tahu harus berkata apa lagi.

Setelah mengunci kembali penjara yang ia buka, pria berjubah hitam tersebut membawa gadis itu ke ruangan lain yang lebih luas, yang mana di dalam ruangan tersebut berkumpul orang-orang dengan pakaian yang sama: Jubah hitam bertudung. Mereka semua berbaris rapih.

Pria yang membawa gadis tadi menyelak ke paling depan lalu menghampiri seseorang yang berdiri menghadap ke barisan. Topeng berbentuk wajah Burung Gagak terlihat menghiasi wajah orang itu meski tertutup oleh tudung.

“Ratu Gagak! Ini tumbalnya!” ucap pria yang menyelak barisan tersebut.

“Bagus,” jawab orang bertopeng gagak itu yang ternyata adalah wanita, terdengar jelas dari suaranya. “Taruh disitu!” perintahnya, seraya menunjuk sebuah batu berlambang `pentagram` dengan bentuk seperti tempat tidur yang ada di belakangnya.

Pria itu mengangguk, lalu memukul tengkuk gadis yang ia bawa hingga si gadis pingsan. Setelah itu, ia membaringkan si gadis di tempat yang ditunjukkan oleh Ratu Gagak. Kemudian ia pergi ke barisan orang-orang berjubah hitam lainnya, mencari tempat kosong dan berdiri disana.

Ratu Gagak berbalik, menatap gadis yang berbaring di atas tempat tidur batu tersebut. Lalu ia mengangkat kedua tangannya, seraya berteriak, “IAHAW SATAN!!! (WAHAI SETAN!!!)”

“IAHAW SATAN!!! (WAHAI SETAN!!!)” Orang-orang yang ada disitu, tak terkecuali orang yang membawa gadis tadi, mengikuti Ratu Gagak berteriak dan mengangkat kedua tangan mereka masing-masing.

“IAHAW NAHABMESES IMAK!!! (WAHAI SESEMBAHAN KAMI!!!)” teriak Ratu Gagak lagi.

“IAHAW NAHABMESES IMAK!!! (WAHAI SESEMBAHAN KAMI!!!)” Barisan di belakang Ratu Gagak mengikuti.

“NANGED HUNEP NAHADNEREK ITAH, IMAK NAKHABMESREPMEM GNAROES SIDAG UMKUTNU IAHAW SATAN!!! (DENGAN PENUH KERENDAHAN HATI, KAMI MEMPERSEMBAHKAN SEORANG GADIS UNTUKMU WAHAI SETAN!!!)” teriak Ratu Gagak. “HALAMIRET NAHABMESREP IMAK!!! (TERIMALAH PERSEMBAHAN KAMI!!!)”

“HALAMIRET NAHABMESREP IMAK!!! (TERIMALAH PERSEMBAHAN KAMI!!!)” teriak orang-orang di belakang Ratu Gagak.

Setelah itu, gadis yang terbaring di kasur batu, melayang ke atas. Tak lama, muncul sinar merah mengelilinginya.

Tidak lebih dari satu menit, si gadis menghilang.

Ratu Gagak melipat tangan kanannya di depan dada sambil kemudian membungkuk. Orang-orang berjubah hitam di belakang Ratu Gagak mengikutinya.

“Hisakamiret, satan, (Terimakasih, setan)” ucap Ratu Gagak. Kemudian ia berbalik, menatap barisan orang-orang berjubah hitam di depannya.

“Wahai para jemaat sekalian… Upacara wajib keagamaan kita baru saja selesai. Setan sudah menerima tumbal kita. Itu berarti dia semakin memberkati kita. Semua keinginan kita akan terkabul. Dan sebentar lagi, impian organisasi kita juga akan terwujud. Impian untuk MENGUASAI DUNIA!” kata Ratu Gagak.

“Yeeaa!!! Hidup Ratu Gagak!!! Hidup setan!!! Yeeaa!!!” sorak orang-orang berjubah hitam yang dipanggil `jemaat` oleh Ratu Gagak.

“Tapi ingat, selain harus terus mencari gadis, kalian juga harus terus mencari anggota sebanyak-banyaknya untuk organisasi kita, Dark Rhapsody!” perintah Ratu Gagak.

“Siap laksanakan!!” ujar para jemaat berjubah hitam itu.

“Hidup Dark Rhapsody …???” tanya Ratu Gagak sembari berteriak.

Para jemaat mengepal lalu mengangkat tangan kanan mereka, sambil berteriak, “Hidup!!!”

“Hidup Dark Rhapsody …???” Ratu Gagak kembali bertanya sambil berteriak.

“Hidup!!!” teriak para jemaat sekali lagi sambil mengangkat tangan kanan mereka yang terkepal

“Hidup Dark Rhapsody …???” Ratu Gagak bertanya lagi.

Para jemaat kembali menjawab, “Hidup!!!” seraya mengangkat tangan kanan mereka yang terkepal.

Teriakan mereka menggema di seisi ruangan.

=***=

Universitas Cahaya Sakti – Kota Sheraton, Selasa 28 April 2020, pukul 10:09 WIB.

“Pelangi pelangi… Alangkah indahmuuu…
Merah, kuning, hijau… Di langit yang biruuu…
Pelukismu aguunngg… Siapa gerangannn…?
Pelangi pelangi… Ciptaan Tuhan..
Oh.. Pelangi pelangi… Ciptaan Tuhan…”

Diatas panggung besar persegi panjang yang dihiasi karpet merah, tiga orang gadis baru saja membawakan lagu hasil cover mereka yang dipadukan dengan dance ala `Girlband Korea`.
Yang di sebelah kiri mengenakan kaos berwarna merah dan rambutnya rebonding lurus, yang tengah mengenakan kaos berwarna kuning dengan rambut dikuncir dua, sedangkan yang sebelah kanan mengenakan kaos berwarna hijau serta topi berwarna senada dengan kaosnya. Mereka bertiga mengenakan jaket yang sama yaitu biru. Wajah oriental, kulit putih mulus, serta body yang seksi, membuat mereka memiliki daya tarik tersendiri.

Orang-orang, yang terdiri dari para mahasiswa, dosen, dekan, sampai rektor kampus memberikan applause dan tepuk tangan yang meriah untuk mereka.

Setelah melambai-lambaikan tangan pada para penonton, ketiga gadis itu turun dari panggung lewat samping, kemudian menuju jejeran kursi yang masih kosong dan duduk.

“Yakin gue hari ini kita bakalan menang lagi,” kata salah seorang gadis yang baru saja tampil tadi. Ia membetulkan posisi topinya yang agak miring. “Ya kan, Pris?” lanjut gadis bermata sayu dan berhidung kecil itu sambil menoleh ke kanan. Untuk beberapa saat ia mengetuk-ngetuk bibirnya yang sensual dengan jari telunjuknya.

“Jenny… kita ini Trio Pelangi. Merah, kuning, hijau, di langit yang biru. Kita udah tiga tahun berturut-turut menangin kompetisi ini. Siapa coba yang bisa geser posisi kita?” ujar seorang gadis berambut rebonding panjang sepunggung dan bermata sipit yang duduk disamping gadis bertopi itu. Dengan mascara yang menghiasi matanya, bibir mungil, serta hidung yang sedikit mancung, membuatnya secantik boneka ‘barbie’.

“Eh!” Seorang gadis berkuncir dua menepuk bahu si gadis berambut rebonding. “Priska! Priska! Kunciran aku udah unyu-unyu belom sih??” tanyanya dengan nada halus dan lembut seraya memegangi rambut kuncir duanya.

Priska tersenyum lebar. “Udah, bonekaku Dhinda…. Hahaha…” Dengan gemas ia mencubit pipi tembam gadis berkuncir dua tersebut sambil tertawa.

Dhinda cemberut. “Sakit tahu, Pris. Mana ketawa, lagi. Apaan yang lucu sih?”

“Hahaha,” tawa Priska sekali lagi.“Ekspresi lo, tahu nggak!? Lucu gitu pas nanyain kunciran. Apalagi sekarang manyun gitu, bikin gue pengen nyubit lagi.”

“Eh, ja-jangan Pris!” tahan Dhinda. “Gue kan nanya gitu cuma takut penampilan gue nggak maksimal aja. Ntar gara-gara itu kita kalah, lagi.”

“Haha. Lo udah maksimal kok. Tenang aja, kita nggak mungkin kalah!” balas Priska.

Seorang pria tambun berumur kurang lebih tiga puluh tahun dengan jas hitam dan kumis panjang naik ke atas panggung, lalu berdiri di depan microphone bergagang panjang yang sedaritadi sudah disiapkan. Ia mengetuk-ngetuk mic tersebut beberapa kali sebagai check sound.

“Ehm ehm!” Pria tambun itu lalu berdahem. “Yak. Sekarang adalah hari terakhir dari `Kompetisi Mahasiswa Bertalenta` tahunan di kampus kita, sekaligus grand final yang menentukan siapakah yang pantas menyandang gelar `Mahasiswa Muda Bertalenta 2020`. Tujuan diadakannya kompetisi ini bukan untuk ajang cari sensasi, bukan untuk ajang sombong-sombongan, melainkan untuk menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki generasi muda yang antusias dalam hal seni dan budaya, khususnya seni musik dan seni tari. Saya selaku panitia di kompetisi ini berharap, ke depannya mahasiswa-mahasiswa disini bisa terus berkarya hingga bisa menciptakan masterpiece yang dapat mengharumkan nama Indonesia. Sekarang, saya berdiri disini, adalah untuk mengumumkan siapa pemenang itu. Dan atas pertimbangan dari para dewan juri, pemenang Mahasiswa Bertalenta 2020, jatuh kepada………”

“Trio.. Pelangi!!!”

“Trio.. Pelangi!!!”

“Trio.. Pelangi!!!”

“Trio.. Pelangi!!!”

“Trio.. Pelangi!!!”

Kaum pria bersorak-sorai meneriakkan nama Trio Pelangi dengan penuh semangat. Hal itu membuat Trio Pelangi jadi tambah percaya diri serta yakin bahwa mereka akan meraih juara lagi tahun ini. Mereka sudah tidak sabar mendengar nama apa yang akan keluar dari mulut si panitia selanjutnya.
.
.
.
.
.
.
.
“Ariel Sadewa!!!”

JDAR! Bagai disambar kilat mendadak, Trio Pelangi shock, kaget mendengarnya. Ternyata apa yang mereka harapkan tidak sesuai dengan apa yang mereka pikirkan. Betul-betul tidak disangka kalau posisi mereka sekarang berhasil digeser oleh seorang penyanyi solo, Ariel Sadewa. Semangat mereka yang tadi berkobar pun langsung padam seketika.

“Wuuuuuu ….!!!!” sorak para laki-laki yang tadi meneriaki nama Trio Pelangi. Mereka kecewa karena ternyata bukan Trio Pelangi yang keluar sebagai pemenang.

Ruang Organisasi Univ. Cahaya Sakti. Pukul 10:30 WIB.

“UGH! Nyebelin tahu nggak si Ariel!? Pasti dia ngerasa hebat karena udah ngalahin kita!” Priska mencak-mencak. Darahnya mendidih ke ujung kepala. Perasaannya campur aduk saat ini. Untunglah cuma ada dia dan dua orang temannya di ruangan itu.

“Itu dewan juri nggak salah milih pemenang, apa?? Bisa-bisanya milih orang macem dia,” kata Jenny yang duduk di sofa putih dekat sudut ruangan.

Priska menghela nafas. “Entahlah. Yang jelas gue masih nggak bisa terima! Ngapain juga sih dia pake ikutan kompetisi yang selalu kita menangin?!”

“Hmm… Kayaknya sekarang kita udah dikalahin dalam segala hal deh sama si Ariel,” timpal Dhinda yang duduk disamping Jenny dengan nada lembut.

“Nah, itu!” tunjuk Priska pada Dhinda. “Cowok yang namanya Ariel, adalah cowok yang songong akut! Sengak! Belagu! Dan sifat-sifat sejenis lainnya! Pokoknya, tipe makhluk yang nggak banget dalem kamus hidup kita!”

Jenny mengangguk setuju. “Tuh anak satu emang nyebelin banget! Jadi inget dulu pas gue lagi tanding game di Timezone.”

Jenny pun bercerita. Dia adalah seorang gamers cewek yang selalu menang dalam game apapun.
Di Timezone, Jenny berhasil mengalahkan tujuh gamers cowok pro dalam game balap mobil Battle Gear. Saking bosannya, Jenny mengadakan taruhan: Siapapun cowok yang bisa mengalahkannya hari itu juga, maka ia bersedia jadi pacar orang tersebut dan mau melakukan apa saja.

Tentu saja para lelaki berlomba-lomba untuk mengalahkan Jenny. Tapi kenyataannya, tidak ada seorang pun yang sanggup mengalahkan gadis tomboy itu.
Sampai pada akhirnya, Ariel yang kebetulan lewat melihat hal tersebut dan menantang Jenny. Tidak disangka kalau Jenny dapat dikalahkan dengan mudah olehnya. Mau tidak mau, Jenny pun menepati janjinya. Namun, Ariel hanya mengucapkan beberapa patah kata: “Kamu bukan tipe saya.” sebelum akhirnya berjalan begitu saja meninggalkannya.

Reputasi gadis itu langsung hancur seketika. Selama ini tidak pernah ada satu pun laki-laki yang menolaknya, bahkan selalu mengejar-ngejarnya. Tapi kali ini, dia ditolak mentah-mentah di depan banyak orang.

“Aku juga jadi inget pas dipecundangin sama dia beberapa bulan yang lalu,” ucap Dhinda setelah mendengar Jenny bercerita. “Kejadiannya pas aku lagi ngelatih karate anak-anak SMP di taman.”

Dhinda lalu mulai menceritakannya. Beberapa bulan yang lalu, di sebuah taman sore hari, ia yang tengah melatih anak-anak SMP direcoki rombongan preman dengan beladiri gaya bebas. Dhinda berhasil dikalahkan dengan mudah oleh mereka. Namun, saat itu, Ariel datang menolong. Semua preman yang jumlahnya delapan orang dibuat tumbang hanya dalam waktu tiga menit.
Meski berat, Dhinda pun mengucapkan terimakasih pada Ariel.

Murid-murid Dhinda yang kagum dengan kehebatan Ariel tertarik belajar beladiri yang ia gunakan. Ariel yang menyanggupi hal tersebut membuat Dhinda langsung kehilangan murid-muridnya saat itu juga.

“Wah, parah itu Dhin,” Priska geleng-geleng kepala mendengar cerita Dhinda.

Dhinda hanya bisa cemberut.

“Selain yang elo sama Jenny ceritain, gue juga punya pengalaman nyesek gara-gara dia. Pengalamannya pas gue ikut lomba Cerdas Cermat antar kota.” Priska melanjutkan kata-katanya, kemudian mulai menceritakan pengalamannya.

Di suatu kesempatan, Priska yang memiliki IQ tinggi mengikuti lomba Cerdas Cermat antar kota yang diselenggarakan oleh Walikota Sheraton. Selain mendapatkan hadiah besar, pemenangnya akan menjadi wakil Olimpiade Cerdas Cermat yang akan diadakan di Jepang.

Selepas SMA, Priska memiliki impian menjadi kebanggaan Indonesia dalam hal apapun. Lomba seperti itu jelas tidak disia-siakannya. Ia pun belajar keras dari pagi hingga malam berhari-hari demi impiannya.

Namun, ketika hari yang ditentukan tiba, Priska melihat Ariel tengah berdiri di barisan peserta tanpa ia duga sebelumnya.

Puncaknya, pada babak final, Priska yang sudah susah payah belajar sampai beberapa kali mengorbankan jam tidurnya, dikalahkan begitu saja oleh Ariel. Musnah sudah impian gadis itu.

Priska, Jenny, dan Dhinda, talenta mereka semua seolah tidak ada artinya jika berhadapan dengan Ariel. Belum lagi, pemuda itu selalu menggeser prestasi nilai Trio Pelangi di kampus, terutama Priska. Dan yang paling menyebalkan bagi Trio Pelangi adalah: Ariel mengalahkan mereka dalam hal yang mereka senangi.

“ARIEEELLL!!!!” teriak Priska dan Jenny serentak dengan hati yang dongkol.

Dhinda menutup kedua telinganya karena teriakan temannya yang menggema di seisi ruangan.

Food Court Univ. Cahaya Sakti, pukul 11:12 WIB.

Sebuah tempat makan bagi mahasiswa-mahasiswa yang hampir secara keseluruhan terdiri dari orang-orang elit dan anak pejabat.
Ruangannya full ac dengan lantai bercorak hitam putih yang terlihat bersih dan licin. Tiap-tiap meja makan persegi warna putih lengkap dengan bangku warna hitam yang ada disana, hampir semuanya sudah terisi penuh.

Tidak lama kemudian, semua mata lelaki tak berhenti berkedip kala salah seorang dari Trio Pelangi, Priska Agni, memasuki food court. Mereka terkesima dengan kecantikan serta keindahan tubuh gadis yang laksana boneka barbie itu. Bahkan sampai ada yang bersiul-siul menggoda serta menawarkan bangku untuknya. Tapi, Priska cuma membalas dengan senyuman termanisnya. Saking manisnya sampai membuat hidung beberapa lelaki mimisan.

“Daripada nungguin Jenny sama Dhinda yang lagi pada rempong minta nilai ke dosen, mending gue duluan aja,” ucap Priska.

Namun, tiba-tiba ia berhenti mendadak ketika melihat meja nomor `9` diisi oleh seorang pemuda berambut poni menyamping yang hampir menutupi sebelah matanya. Ia mengenakan baju berbahan kulit warna hitam yang dipadu balutan jaket panjang seperti jubah serta celana panjang jeans berwarna sama.

Alis mata tebal, hidung mancung, serta dagu yang panjang, membuat wajah pemuda itu terlihat menarik.
Matanya yang tajam dan datar tanpa ekspresi hanya terfokus pada makanan yang sedang ia santap: Semangkuk mie ayam bakso.

Priska mengernyitkan dahinya. “Ariel…??” matanya langsung memicing berbahaya seperti hendak menghajar orang. “Ngapain juga tu anak disitu?? Harus dikasih pelajaran nih!”
.
.
.
BRAK!

“Heh!” bentak Priska sambil memukul meja tempat Ariel makan.

Namun, gebrakan sekeras itu tidak membuat Ariel terkejut sama sekali. Ia masih saja makan dengan tenang, seolah tidak terjadi apa-apa.

“Ngapain lo disini, Ariel Sadewa?? Mau sok bergaya karena udah ngalahin kita, hah??” tanya Priska dengan nada tinggi.

Ariel masih tetap makan dengan tenang.

“Heh! Denger Nggak??”

Ariel masih tidak bergeming seperti tidak ada ancaman yang datang.

“Budek lo ya??” tanya Priska. “Lo tahu kan ini meja `khusus` tempat nongkrong gue sama temen-temen gue?! Bisa minggir nggak?!”

Untuk yang kesekian kalinya, Ariel tetap makan dengan tenang.
Lalu, setelah suapan terakhir, ia berdiri.

“Saya udah selesai. Sekarang, silahkan nikmatin mejanya,” kemudian ia beranjak dari tempatnya makan.

“Apa lo bilang??? Uuughh!!!” geram Priska. Diambilnya papan menu yang tergeletak di atas meja dan mencoba memukul Ariel dari belakang.

Begitu papan tersebut hampir menyentuh pundak Ariel, pemuda itu hanya mengelak tipis ke samping.

Alhasil, Priska meluncur begitu saja ke depan, tubuhnya menabrak salah seorang pelayan food court yang sedang membawa semangkuk Bakso hingga mangkuknya terpelanting ke atas. Dan ….

Pluk!

Mangkuk bakso itu menelungkup di kepala Priska seperti topi.

Priska mematung. Nafasnya tertahan sejenak dan Bibirnya membulat.

Sebagian Orang yang terdiri dari kaum hawa terbahak-bahak melihatnya, sementara kaum adam berlomba-lomba membantu Priska, mereka mengeluarkan tisu untuk membersihkan tumpahan bakso di baju gadis itu setelah mangkuk bakso tersebut disingkirkan dari kepalanya.

Priska malu setengah mati. Harga dirinya langsung jatuh saat itu juga.

Sedangkan Ariel, ia hanya melenggang pergi dengan wajah datar tanpa beban.

=***=

Jalan setapak Kota Sheraton, pukul 21:00 WIB.

Di jalan sepi dengan penerangan minim dan banyak pepohonan, seorang pria berkepala plontos dengan setelan jaket cokelat, kaos putih, lengkap dengan celana jeans panjang biru berjalan selangkah demi selangkah dengan sekuntum mawar merah di tangannya. Sepatu pantovel hitam yang melapisi kakinya membuat penampilannya nampak elegan.

Di sebuah bangku panjang kayu warna coklat, seorang gadis bertubuh indah dengan kaos merah dan sweater serta hotpants biru tengah bersandar dengan kepala tertunduk karena fokus dengan handphone yang sedang ia mainkan.

Sang pria yang melihat gadis itu, segera menghampirinya.

“Selamat malam, Priska…,” sapa pria itu dengan logat `kebarat-baratan`.

Gadis tersebut menegakkan kepalanya, menatap pria itu. Yap, dia adalah Priska anggota Trio Pelangi.

“Eh Romy… Akhirnya dateng juga,” ucap Priska sambil tersenyum.

“Oiya Pris, nih bunga mawar buat kamu.” Romy menyodorkan bunga mawarnya ke Priska.

“Makasih…” Priska menerimanya, kemudian tersenyum. “Ayo duduk.”

Romy pun duduk disamping Priska. Ia lalu merogoh saku jaketnya dan mengambil sesuatu dari sana: Sebatang cokelat. Kemudian ia menyodorkan cokelat tersebut pada Priska. “Nih Pris. Ada lagi.”

“Wah, cokelat ya? Nggak deh, aku takut gemuk,” jawab Priska.

“Oh… Yaudah.” Romy kembali memasukkan cokelat itu ke saku jaketnya.

“Ehm … Ngomong-ngomong kok kita ketemuannya di tempat sepi kayak gini?” tanya Priska.

“Nggak kenapa-napa kok.. Cuma biar nggak ada yang ganggu aja,” jawab Romy. “Oiya Pris…,”

“Ng?” Priska menaikkan alisnya.

“Aku boleh ngomong jujur nggak sama kamu?” Romy bertanya.

“Boleh, mau ngomong apa?”

Romy menggenggam kedua jari Priska, lalu menatap matanya. Kontan saja gadis itu kaget. Jantungnya pun berdebar-debar. Ia seperti tidak bisa menolak pesona pria tampan seperti Romy.

“Sejak kemarin aku kenal kamu, aku …,” ucapan Romy terhenti.

“Apa?” tanya Priska.

Setelah berkata demikian, tiba-tiba mata Romy berubah menjadi merah dan sepasang taring panjang nan runcing mencuat di bibirnya. “Aku mau darah kamu!”

“Gyaaaakkhh!!!!” Priska menjerit histeris, kemudian bangkit dari bangku dan menjauh dari Romy.

Pada saat yang hampir bersamaan, Romy juga bangkit dari bangku.

“Jangan mendekat!!” tahan Priska seraya mengangkat kedua telapak tangannya ke depan.

Namun, Romy tidak menghiraukannya, ia terus berjalan perlahan mendekati Priska. “Darah… Darah…”

“Jangan mendekat!! Jangan mendekat!!” Priska terus mundur. Romy terus berjalan mendekatinya.

Tidak lama kemudian, Romy melompat dengan posisi hendak menerkam.

“Gyaaaaakhhh!!” teriak Priska. Untunglah ia bisa menghindar dari terkaman Romy. Lalu tanpa fikir panjang, ia langsung berlari dari tempat itu.

Romy pun mengejarnya.

Priska berlari sekuat yang ia mampu, berkelok sana-sini agar selamat dari kejaran Romy

Romy melompat. Dan tiba beberapa meter di depan Priska. Mata merah serta taring panjangnya membuat gadis itu kembali menjerit. Ketika Priska berbalik hadap dan hendak berlari, ia terjatuh.

Priska terus berusaha menyeret mundur tubuhnya kala Romy berjalan mendekat. Tubuh Priska gemetaran, diikuti dengan keringat dingin yang terus menerus bercucuran.

“Kamu itu sebenernya makhluk apa sih??” tanya Priska dengan bibir bergetar. Jantungnya terus berdetak cepat.

“Rahwana,” jawab Romy.

“Rahwana?” Dahi Priska mengernyit.

“Ya. Rahwana adalah makhluk abadi. Nggak seperti kalian, manusia. Sekarang, kamu nggak bisa kemana-mana lagi,” balas Romy.

Saat itu, Priska yang melihat beberapa potong besi yang bertebaran disekitarnya, mengambil salah satu potongan besi tersebut. Besi yang diambil adalah besi dengan ujung runcing.

Di waktu yang hampir bersamaan, Romy meloncat untuk menerkam Priska.

Namun…

CRATS!

Dada sebelah kiri Romy tertembus oleh besi yang dipegang Priska.

Mata Romy melotot. Tubuhnya pun melemas. Priska cepat-cepat membuang tubuh itu ke samping. Dengan nafas tersenggal-senggal gadis itu berdiri. Ia menyenggol-nyenggol tubuh Romy dengan kakinya.

“Dia mati. Gue udah nusuk jantungnya. G-g-gue … Gue pembunuh!” kata Priska dengan wajah cemas, seraya melihat kedua telapak tangannya. “GUE PEMBUNUUHH!!!”

Setelah berteriak, ia berlari tak tentu arah dengan penuh kepanikan. Ia kemudian berhenti di tempat yang lebih terang, lalu bersandar di sebuah pohon dan mencoba mengatur nafasnya yang terengah-engah. Tangisan gadis itu tumpah seketika. Perasaannya sekarang campur aduk antara sedih, cemas, dan ketakutan. Tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Tapi setidaknya, ia bisa bernafas lega, karena sudah lepas dari bahaya yang baru ia temui sekali seumur hidup.

Di saat gadis itu tengah terisak, dari balik pohon tempat ia bersandar, mencuat sepotong tangan memberikan sapu tangan padanya.

Tanpa terbesit apapun di benaknya, Priska mengambil sapu tangan itu. “Makasih,” ucapnya. Ia pun mengelap wajahnya yang digenangi air mata. Akan tetapi, beberapa saat kemudian, ia berhenti mengelap wajah karena tersadar akan satu hal. “Yang ngasih nih sapu tangan siapa??” tanyanya.

Pertanyaan Priska pun langsung terjawab begitu Romy tiba-tiba muncul dari balik pohon.

“Aku,” ucap Romy. Dada sebelah kirinya masih tertancap oleh besi.

Priska pun terperanjat dan segera menyingkir dari sana. “K-k-kok bisa?? Bukannya kamu … Kamu udah …”

“Mati?” timpal Romy. “Akhahahaha… Udah aku bilang kan, Rahwana itu makhluk abadi…” Ia lalu mencabut besi yang menancap di dada sebelah kirinya tersebut. Seketika, lukanya kembali menutup dan pulih seperti sediakala, tanpa bekas.

“I-ini nggak mungkin! Ini nggak mungkiinnn!!!” Priska lalu berlari sekuat tenaga dari tempat itu.

Namun, beberapa meter kemudian, ia kembali melihat Romy beberapa langkah dihadapannya.

Priska pun terperanjat dan menjerit histeris. “Kyaaakkhh!!!” Tanpa fikir panjang, ia berbalik arah lalu berlari lagi.

Romy mengejarnya. Priska semakin ketakutan.

Tidak lama kemudian, Romy melompat tinggi dengan posisi hendak menerkam.

“Kamu udah nggak bisa kemana-mana lagi seka-”

Ucapan Romy tiba-tiba terhenti, persis ketika tubuhnya ditabrak oleh sepeda motor `futuristik` warna hitam berknalpot satu di atas roda yang terbang dari arah kiri. Tubuh Romy pun terlempar dan terguling-guling. Sementara sepeda motor hitam yang menabraknya mendarat mulus serta mendecit di tanah, tepat ketika pengendaranya menekan rem.

Pengendara motor berpakaian serba hitam itu melepas helmnya.

Priska menoleh lalu membalikkan badannya. Di waktu yang hampir bersamaan, pengendara motor hitam itu menoleh ke arahnya.

“Pergi!” perintah si pengendara motor. Wajah yang sangat dikenal oleh Priska. Teman sekampusnya yang belum lama ini ia maki-maki di Food Court.

“Ariel?? Elo-”

“Pergi sekarang!” potong Ariel. “Biar saya yang urus orang itu!”

Merasa tak punya jawaban, Priska pun segera pergi dari sana.

Kini, hanya tinggal Ariel dan Romy saja. Romy sudah kembali berdiri.

“HEH! Siapa kamu?? Berani-beraninya nabrak saya kayak gitu?!” ujar Romy

“Wajah itu!” Ariel tersentak. Tiba-tiba fikirannya melayang ke sepuluh tahun silam.

Ariel teringat pada seorang pemuda berusia belasan tahun yang hendak memukul pria berkepala plontos sambil meloncat. Wajah, bahkan tubuh pria berkepala plontos itu sangat serupa dengan Romy. Sayangnya, lengan kiri pemuda yang digunakan untuk memukul pria berkepala plontos tersebut tiba-tiba ditebas oleh seseorang yang datang dari arah lain. Orang itu adalah pria berambut panjang dengan jaket biru.
Kemudian si kepala plontos meninju perut orang yang hendak meninjunya tadi hingga orang tersebut terlempar dan masuk ke jurang.

“Kenapa diem? Apa maksud kamu, hah?!” tanya Romy.

“Jangan-jangan …,” batin Ariel. “Apa kamu tahu kejadian 13 tahun yang lalu?” tanya Ariel, seraya maju beberapa langkah.

“13 tahun yang lalu??” Dahi Romy mengernyit.

“Ya. 13 tahun yang lalu ada anak muda yang dipukul sampe masuk jurang sama orang yang persis kayak kamu. Sebelum dipukul, tangannya sempet ditebas sama orang berjaket biru.”

Romy berfikir sejenak, lalu terbahak, “Ahakhahahaha… Itu semua perbuatan saya. Saya yang pukul dia sampai masuk ke jurang. Lalu, pria berjaket biru itu, dia kawan saya, Hanzo. Kita semua tergabung dalam organisasi kegelapan yang hebat, Dark Rhapsody. Kenapa? Ada masalah?” tanyanya dengan penuh percaya diri.

Jari-jemari tangan Ariel langsung terkepal kencang. “Betul ternyata.”

“Bodoh! Buat apa saya kasih tahu dia!? Sial, gara-gara terlalu percaya diri, penyakit kelepasan ngomong ini kambuh lagi. Tapi udahlah,” gumam Romy. Ia kemudian berkata, “Oke, sekarang, karena kamu sudah buat saya yang hebat dan kuat ini marah, kamu akan merasakan akibatnya! HEAAAA!!!”

Romy lalu berlari menerjang Ariel dengan kedua tangan mengepal kuat.

“Bagus. Majulah!” ucap Ariel. Ia berdiri tegak dan memandang Romy dengan tatapan datar.

Begitu jarak Romy sudah dekat, pria kekar tersebut mengayunkan pukulan tangan kanannya ke wajah Ariel.

Dengan tenang, Ariel mundur satu langkah ke belakang. Namun di saat bersamaan, tangan kiri Romy terayun ke wajah pria tinggi kurus itu. Akan tetapi, serangan Romy luput, karena Ariel menghindar ke samping kanan.

Ariel lalu mengangkat lengan kirinya, bersiap melayangkan pukulan. Mata Romy pun terfokus ke sana.

Akan tetapi, Ariel tidak lantas melepaskan kepalan tangan itu ke depan, ia menahannya dan malah menggunakan lututnya untuk menendang perut Romy.

Romy yang sama sekali tak menduga serangan tersebut terpental beberapa langkah ke belakang.

Ariel berdiri memandangi Romy dengan tatapan dingin. “Cuma segitu?”

Romy berusaha bangkit sembari menahan rasa sakit di perutnya. “Brengsek! Saya nggak nyangka ternyata kamu sama kuatnya seperti dia yang 13 tahun lalu saya buat masuk jurang. Siapa kamu sebetulnya?”

“Saya … Adik dari orang itu,” jawab Ariel datar. “Sekarang, waktunya pembalasan!”

“Hoo… Ternyata! Jadi kamu mau balas dendam, ha?! Permintaan dikabulkan!!!” Romy lalu berlari ke arah Ariel. Amarah bergemuruh di dadanya. “Balaslah kalau bisa!!!!”

Saat Romy merasa jaraknya sudah cukup dekat, dengan cepat ia menyapukan kaki kanannya guna menjatuhkan Ariel.

Ariel yang sudah membaca serangan Romy segera melompat pendek untuk menghindar. Namun, ia tak sadar kalau tinju Romy meluncur dan langsung menghantam dagunya dengan sangat keras.

Pemuda berjaket hitam panjang itu pun terpelanting ke atas. Dagunya terasa amat sakit, seolah rahangnya hampir bergeser. Kesadarannya pun hampir hilang. Tapi untunglah ia masih bisa bertahan menjaga kesadarannya meski dengan susah payah. Ia lalu melakukan salto sebanyak tiga kali putaran ke belakang, lalu mendarat mulus dengan posisi berlutut.

“Tcih!” Ariel menyeka luka di bibirnya, kemudian berdiri.

“Heeaahh!!!” Romy berlari ke arah Ariel, lalu memutar tubuhnya seraya melakukan tendangan lurus ke depan.

Namun, tendangan tersebut meleset karena Ariel mengelak mundur. Meski begitu, Romy tak menyerah dan melancarkan tendangan sekali lagi dengan kaki yang satunya.

Takk!

Ariel berhasil menepis tendangan itu menggunakan punggung tangan kirinya, kemudian tangan kanannya melayangkan tinju ke wajah Romy.

Romy menghindar ke samping, dan secepat mungkin mengayunkan tinju ke wajah Ariel.

Terkesiap, Ariel menangkap pergelangan tangan kiri Romy, lalu menarik seraya memuntir lengan laki-laki itu yang dilanjutkan dengan menendang perutnya beberapa kali menggunakan ujung sepatu dan menendang dadanya sekuat tenaga hingga pemuda berkepala botak tersebut terpental serta terguling-guling ke belakang.

Romy berusaha bangkit sembari memegangi dadanya yang nyeri dan sesak. Pada saat yang sama, Ariel berjalan secara perlahan menghampirinya. Tatapannya yang tajam dan dingin menusuk mata Romy.

“T-tunggu! Istirahat sebentar,” tahan Romy ketika Ariel sudah dekat.

Ariel yang tak mempedulikan hal itu langsung menendang kuat tempurung kaki Romy. Tubuh pria kekar tersebut jungkir balik di udara selama beberapa saat, sebelum akhirnya punggung serta kepalanya menubruk keras salah satu pohon yang ada disana.

Tubuh Romy merosot. Ia lalu berusaha berdiri walau rasa sakit mendera disekujur tubuhnya.

“Keparat!! Sekarang, kamu akan benar-benar mati!!!” teriak Romy penuh amarah sambil mengepal kedua tangannya dan ia letakkan di depan dada, membentuk tanda silang. “Senjata!!” serunya.

Secara ajaib, kedua tangan Romy langsung dibungkus oleh sepasang sarung tangan panjang batas siku berwarna cokelat dengan permata bulat pada kedua punggung tangannya.

“Matilah kau!!!” teriak Romy, seraya berlari menuju lawannya, Ariel.

Begitu merasa cukup dekat, Romy pun melompat tinggi dan meluncur ke bawah dengan posisi menghantamkan kedua kepalan tangannya ke arah kepala Ariel.

Beruntung Ariel segera melompat mundur begitu serangan Romy datang. Alhasil, serangan tersebut mengenai jalanan hingga hancur. Puing-puingnya berhambur kemana-mana.

Pada posisi yang masih melayang di udara, Ariel melakukan tendangan berputar. Ujung sepatunya sukses mendarat di wajah Romy. Menyebabkan kepala pria botak itu berpaling.

Tapi, Romy masih mampu menjaga keseimbangan tubuhnya. Secepat mungkin tangan kirinya mencengkram leher Ariel yang masih melayang beberapa senti dari tanah. Cengkraman berhasil.

Ariel mencoba melepaskan cengkraman Romy dari lehernya. Namun itu semua percuma. Cengkraman Romy begitu kuat. Ariel hampir kehabisan nafas.

“Khuhuhu…” Romy menyeringai. Kemudian mengepal jari tangan kanannya kuat-kuat. “Matilah!!” teriaknya, sebelum akhirnya menghantamkan tinju persis di perut lawannya.

Ariel pun mencelat jauh ke belakang. Untunglah ketika tubuhnya hampir menyentuh tanah, ia langsung menggunakan kedua kakinya sebagai penopang, walaupun ia tetap menerima konsekuensi yaitu terseret mundur sejauh beberapa meter.

Begitu tubuhnya berhenti terseret mundur, Ariel mencoba mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal. Sembari memegangi perutnya yang sakit bukan main, ia berusaha mengumpulkan kembali tenaganya agar tetap bertahan di pertarungan.

Ariel menyingkap bagian jaket sebelah kanannya. Disana menggantung sebilah pedang berwarna hitam yang terbungkus rapih dengan sarungnya. Ariel mengambil pedang yang menempel pada magnet yang ada di jaketnya tersebut.
Perlahan, ia mengeluarkan pedang bergagang hitam tersebut dari sarungnya. Saat dikeluarkan, pedang itu mengeluarkan cahaya yang menyilaukan mata.

Pada saat bersamaan, Romy sudah terlihat dari kejauhan. Sementara Ariel sudah siap dengan pedangnya. Pedang dengan pembatas berbentuk bulan sabit dan di tengahnya terdapat lampu bundar berwarna merah dengan bagian tepi lampu yang saling menyambung satu persatu seolah melingkari bagian tengah lensanya.

Ariel mengambil kuda-kuda sebentar, lalu memutar pedangnya seperti baling-baling. Sesaat setelah itu, pedang tersebut berputar cepat dihadapan Ariel dengan sendirinya. Kemudian ia menyentakkan telapak tangan kanannya ke depan. Di waktu bersamaan, pedang pun melesat ke depan dan lama kelamaan posisinya berubah jadi seperti boomerang, menuju ke arah Romy. Ketika pedang sedang menuju target, Ariel berlari mengikuti.

Romy memasang posisi siaga. Saat pedang itu sudah mendekat, ia segera meninjunya hingga terlempar. Namun, ia tidak sadar kalau Ariel juga tiba dihadapannya, sesaat setelah ia meninju pedang itu. Romy pun terkena bogem mentah dari Ariel persis di wajahnya, membuat pria botak dan atletis itu dibuat mundur dari posisi awalnya.

Pedang yang tadi ditinju Romy kembali lagi ke tangan Ariel.

Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Ariel segera mengayunkan pedangnya guna menyerang Romy.

Namun, dengan sigap Romy mengelak mundur. Tebasan selanjutnya dari Ariel juga berhasil ia hindari dengan mundur sekali lagi. Dan pada tebasan yang ketiga, Romy menepis sabetan pedang Ariel menggunakan sarung tangannya.

Tidak mau kalah, Ariel kembali mengayunkan dan menyabetkan pedangnya pada Romy. Sekali lagi, Romy mampu mengantisipasi serangan tersebut, menangkis dengan sarung tangannya.

Ariel yang merasa tidak puas menekan pedangnya yang saat itu masih menempel dengan punggung tangan kiri Romy sekuat tenaga. Di saat bersamaan, Romy menahan serangan itu dengan kekuatan penuh. Ia juga memakai tangan yang satunya sebagai tambahan tenaga.

Mereka berdua saling adu kekuatan untuk beberapa saat…

Sampai pada akhirnya, duel kekuatan itu dimenangkan oleh Romy.

Di saat kedua tangan Ariel terhentak ke atas, Romy mengayunkan tinju ke arah perutnya.

Akan tetapi, Ariel yang menyadari datangnya serangan tersebut mengelak ke samping, lalu menebaskan pedangnya ke tubuh Romy. Tebasan itu sukses membuat goresan memanjang diagonal di tubuh Romy. Tidak cukup sampai disitu, Ariel menebas tubuh Romy sekali lagi secara diagonal pada sisi yang lain. Romy pun terguling.

Ketika bangkit, pakaian Romy sobek-sobek, membentuk tanda silang serta mengeluarkan banyak darah.

Ariel berdiri menatap Romy dengan tatapan dingin.

“Cih! Jangan senang dulu, bung!” geram Romy. Secara perlahan, lukanya kembali menutup. Begitu pula dengan pakaiannya, kembali seperti sediakala.

Ariel tersentak.

Romy tersenyum miring. “Menarik juga. Kayaknya … Sekarang saya harus lebih serius.” Ia lalu meninju tanah sekuat tenaga dengan kedua tangannya sambil berteriak, “ARMOR!!”

Tanah pun berhamburan. Kali ini, kuantitasnya jauh lebih banyak.
Tanah-tanah tersebut lalu menempel di bagian-bagian tubuh Romy, dari ujung kaki hingga ujung kepala, kecuali tangan yang sudah dilapisi sarung tangan. Tanah-tanah itu membentuk pakaian pelindung berwarna coklat dengan ukuran sedikit lebih besar dibandingkan ukuran tubuhnya. Helmnya tampak menyeramkan dengan dua tanduk di kepalanya.

“Akhahahahaha… Khahahahahaha!!!” tawa Romy. Suaranya berubah menjadi berat dan menakutkan. “Sekarang, panggil saya `Strong`, orang paling kuat di dunia! Itulah nama saya yang sebenarnya. Siap-siaplah pulang tinggal nama, bung! Khu hahahaha!!!”

Strong Armor
Strong

“Kita liat siapa yang akan tinggal nama, Strong,” balas Ariel dengan tenang. Kemudian ia merogoh saku celananya, mengambil sesuatu dari sana: sebuah benda berbentuk kotak kecil berwarna hitam yang lebih mirip dengan `memory card`.

Benda tersebut terselip diantara jari telunjuk dan tengahnya.

Lalu Ariel menancapkan benda itu di ujung gagang pedangnya seraya berkata…

“Berubah!”

Pinggiran lampu yang terdapat pada gagang pedang milik Ariel menyala satu persatu, lampu itu sambung menyambung membentuk sebuah lingkaran. Disusul lampu bagian tengahnya.
Sebuah bayangan pakaian pelindung berwarna dominan hitam keluar dari lampu itu, bersamaan dengan menyalanya semua lampu yang ada di gagang pedang.

Bayangan pakaian pelindung itu lalu menjadi nyata dan menempel di tubuh Ariel.

Lensa mata berwarna merah pada helm yang melapisi kepala Ariel menyala terang. Di atas helm tersebut terdapat lempengan emas berbentuk wajik dengan corak abu-abu di tengahnya. Lempengan emas itu juga ada di bagian belakang helmnya. Bentuknya melengkung ke atas.

Lampu yang terdapat di tengah sabuknya sama persis seperti lampu yang ada di gagang pedang, warnanya pun serupa: Merah.

Bagian pelindung lututnya juga berwarna merah, senada dengan lensa helm dan lampu sabuk.

“Sekarang, panggil saya `Waysteel`! Wayang … Baja,” ucap Ariel.

Ariel Sadewa
Ariel Sadewa

Waysteel
waysteel perbaikan

“Waysteel? Rupanya kamu punya armor juga!? Ini semakin menarik!” balas Romy/Strong. “Bersiaplah, bung!!!” Ia kemudian berlari menuju lawan dihadapannya yang juga sudah berganti rupa.

Beberapa langkah kemudian, Strong meloncat dan meluncur dengan posisi hendak menghantamkan kedua kepalan tangannya.

Ariel/Waysteel pun bersiap. Persis ketika serangan Strong datang, ia segera melompat, membiarkan pukulan Strong menghancurkan tanah.

Merasa memiliki peluang, Waysteel mengayunkan pedangnya untuk menebas Strong.

Namun sayang sekali, Strong menepis tebasan itu menggukan punggung tangan kirinya. Bunga api memercik akibat benturan pedang Waysteel dan sarung tangan Strong.

Waysteel mundur sejenak, kemudian membuka katup yang ada di lengan kirinya. Disana terdapat tiga buah granat dengan warna berbeda. Waysteel mengambil granat berwarna biru dan langsung ia lemparkan pada Strong.

Pandangan Strong pun langsung kabur saat itu juga.

Tak mau membuang waktu, Waysteel langsung menyabetkan pedangnya di perut Strong. Membuat goresan memanjang vertikal disana.

Merasa ada banyak celah pada pertahanan Strong, Waysteel kembali mengayunkan pedangnya lalu menebas tubuh Strong berulang kali. Strong pun terhuyung dan mundur beberapa langkah dibuatnya. Asap mengepul dari bagian-bagian armor yang tergores.

“I-i-ini nggak mungkin! Pertahanan armor saya bisa tertembus. Senjata macam apa itu??” racau Strong keheranan. Di saat yang sama, goresan pada armornya mulai pulih seperti sediakala.

“Ini `Dhamarwulan`. Pedang yang bisa membelah apapun yang ada di dunia ini,” balas Waysteel.

“Kurang ajar! Ini masih belum berakhir!” Strong kemudian memasang kuda-kuda, sebelum akhirnya berlari menuju Waysteel lalu mengayunkan kepalan tangan kanannya sekuat tenaga.

Tapi, Waysteel berhasil mengelak dengan memutar bahu kirinya ke belakang. Meski begitu, pukulan kembali datang. Kali ini, tinju sebelah kiri Strong yang melayang. Namun, Waysteel mengelak sekali lagi dengan cara yang sama. Sekarang, bahu kanannya yang bergerak.

Strong yang masih melihat celah tidak mau kalah, ia melancarkan tinjuan lurus ke depan, persis ke dada Waysteel.

Sadar akan serangan yang datang, Waysteel memanfaatkan bagian badan pedangnya untuk menangkis serangan itu. Pukulan yang dilancarkan Strong saat ini jauh lebih kuat dibanding saat ia belum mengenakan armor. Untunglah Waysteel bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Jika tidak, ia bisa terpental.

Waysteel kemudian menggeser tubuhnya ke samping. Strong yang tinjunya masih menempel pada badan pedang Waysteel langsung hilang keseimbangan. Hal itu menjadi peluang bagi sang Wayang Baja untuk menyarangkan sabetan besar pada tubuh Strong. Satu, dua, tiga sabetan sukses menggores armor Strong.

Akan tetapi, pada sabetan keempat, Strong berhasil menahan serangan Waysteel dengan tangan kirinya. Kemudian ia mengepal tangan kanannya sekuat mungkin, lalu meninju Waysteel.

Refleks, Waysteel pun menghindar dengan melompat ke kiri. Namun demikian, serangan masih tetap datang. Strong menyerang Waysteel dengan tinjuan membabi buta. Waysteel pun terus berusaha menghindari serangan-serangan tersebut dengan segala upaya. Sang Wayang Baja juga menyerang balik dengan kepiawaiannya bermain pedang, walaupun Strong mampu menghindar serta menepis serangan itu beberapa kali.

Mereka berdua bertarung cukup sengit dengan serangan-serangan yang dapat membunuh lawannya kapan saja. Hal tersebut terus berlangsung selama beberapa saat. Tidak begitu terlihat siapa yang jauh lebih unggul disini, karena meski Strong beberapa kali kena tebas, goresan-goresan di tubuhnya selalu kembali seperti semula.

Tak lama kemudian, Waysteel yang gagal menebas Strong, langsung melancarkan tendangan lurus.

Akan tetapi, tendangan Waysteel tidak berpengaruh apa-apa, bahkan tubuh Strong saja tidak bergeser sedikitpun.

Waysteel sontak kaget.

“Khahaha.. Ternyata anda cuma sakti di senjata saja, bung! Armor anda tidak bisa menandingi armor saya,” ejek Strong yang langsung mencengkram kaki Waysteel lalu melemparkan tubuhnya.

Tubuh Waysteel meluncur cepat hingga akhirnya menubruk pohon.

“Tcih!” dengus Waysteel, sambil berusaha bangun.

Strong mengarahkan kedua telapak tangannya ke bawah lalu berkonsentrasi.

Jalanan yang ia pijaki pun bergetar, diikuti dengan retakan dimana-mana hingga akhirnya membentuk sebuah bongkahan besar yang kemudian menempel di masing-masing telapak tangan Strong. Tanpa mau membuang waktu lagi, Strong langsung melemparkan bongkahan-bongkahan besar tersebut satu persatu ke arah Waysteel.

Setelah itu, Strong kembali mengulangi hal yang sama: Menghancurkan jalanan dan melemparkan bongkahannya pada Waysteel. Ada empat bongkahan besar yang melesat ke arah Waysteel.

Waysteel yang sudah berdiri kembali segera bersiap-siap mengantisipasi hal tersebut. Dengan cepat, ia menebas bongkahan-bongkahan yang datang satu persatu hingga menjadi potongan yang kecil-kecil.

Namun, hal itu masih belum berakhir. Bongkahan aspal kembali datang, dan kali ini jumlahnya lebih banyak.
Tetapi, Waysteel tetap dapat menebasnya satu persatu, bahkan dua sekaligus hingga menjadi puing-puing kecil.

Setelah bongkahan-bongkahan aspal tersebut hancur, ia lalu menekan sebuah tombol berwarna merah yang terdapat di sebelah kiri sabuknya.

Sisi lampu yang ada di kepala sabuk pun menyala satu persatu, disusul dengan lampu bagian tengahnya. Begitu semua lampu menyala, sabuk pun mengeluarkan suara, “Highspeed Activated!”

Waysteel mengambil kuda-kuda sebentar, sebelum akhirnya melesat secepat kilat menuju musuhnya.

Tiba-tiba, Strong merasakan tubuhnya ditebas berkali-kali dengan kecepatan yang luar biasa. Ia pun terpental ke belakang. Tapi di belakang, ia disambut oleh tebasan dengan kecepatan yang sama.

Sementara itu, dihadapannya, Waysteel melihat Strong perlahan-lahan tersungkur ke depan dengan sangat lamban, bahkan nyaris seperti berhenti.

Memanfaatkan kesempatan yang ada, Waysteel membuka sebuah penutup berbentuk bundar yang terdapat pada sisi sebelah kiri gagang pedangnya. Disana, ada tombol merah dan layar kecil disampingnya.

Waysteel menekan tombol itu. Layar pun mengeluarkan suara dan tulisan, “Black Flame! Ready!”

Seketika, mata pedang milik Waysteel diselimuti api berwarna hitam. Pada saat bersamaan, layar di gagang pedang mulai menghitung mundur dari hitungan ke `10`.

Setelah itu, Waysteel mengambil ancang-ancang. Kaki kanannya ia tekuk ke depan. Sementara kaki kirinya lurus ke belakang. Di saat bersamaan, tangan kirinya ia tekuk beberapa senti di depan dada dan tangan kanannya yang memegang pedang ia rentangkan ke belakang. Setelah mengumpulkan banyak tenaga, ia memutar tubuhnya tiga ratus enam puluh derajat. Tubuhnya terus berputar, seperti gasing yang diselimuti api hitam.

Tiba-tiba, tubuh Strong yang sebentar lagi jatuh ke tanah, dihantam oleh sesuatu dengan kecepatan di luar batas hingga tembus ke belakang. Secara spontan, tubuhnya langsung terbakar oleh api hitam.

Sedetik kemudian, Waysteel muncul beberapa meter di belakang Strong dengan posisi berlutut.

Di waktu yang hampir bersamaan, tubuh Strong terbelah menjadi beberapa bagian.

`Highspeed Over!`

Terdengar suara yang berasal dari sabuk Waysteel.

`3.. 2.. 1..` Layar pada gagang pedang Waysteel menghitung mundur. Dan pada hitungan ke-1, api hitam yang menyelimuti mata pedangnya langsung padam.

Saat itu, tubuh Strong yang sudah terpotong-potong berubah menjadi pasir putih. Pasir tersebut terbakar oleh api hitam.

Waysteel perlahan berdiri. Kemudian ia membuka katup berbentuk kotak yang terdapat pada tepi kiri lengan kanannya. Disana, ada sebuah tombol berwarna biru serta lampu led kecil berwarna merah.

Waysteel menekan tombol biru tersebut, membuat lampu led disamping tombol itu menyala dan mengeluarkan suara rekaman digital, `Armor System Deactivated!`

Sesaat setelahnya, armor yang dikenakan Waysteel kembali menjadi bayangan, lalu masuk ke dalam lampu yang ada di gagang pedangnya. Waysteel sudah kembali ke wujud manusianya: Ariel Sadewa.

Ariel mengambil sesuatu dari saku sebelah kiri celananya. Sesuatu itu ialah benda yang bentuknya mirip dengan handphone. Ada banyak tombol dan satu buah layar disana. Ariel menekan tombol ‘111’ pada benda tersebut lalu menekan tombol ‘Ok’. Layar pada benda itu tiba-tiba memunculkan gambar sarung pedang hitam milik Ariel, Dhamarwulan.

Sarung pedang milik Ariel yang entah tergeletak dimana langsung berubah menjadi serpihan-serpihan holograpichal. Serpihan-serpihan holograpichal tersebut kemudian menghilang dan tiba-tiba muncul dihadapan Ariel lalu berangsur-angsur berubah menjadi sarung pedang miliknya. Ariel mengambil sarung pedang tersebut, kemudian menyisipkan Dhamarwulan ke dalamnya. Setelah itu, ia berjalan meninggalkan tempat tersebut dengan langkah tenang.

Pertarungan telah usai.

=***=

Part 1 End

Standar
Tidak Dikategorikan

Halo dunia!

Ini adalah pos pertama Anda. Klik tautan Sunting untuk mengubah atau menghapusnya, atau mulai pos baru. Jika Anda menyukai, gunakan pos ini untuk menjelaskan kepada pembaca mengapa Anda memulai blog ini dan apa rencana Anda dengan blog ini.

Selamat blogging!

Standar