Kediaman Sadewa – Kota Sheraton, Rabu 29 April 2020, pukul 05:30 WIB.
Di sebuah dojo yang besar nan luas, seorang pemuda bertubuh tinggi dengan rambut poni menyamping tengah berdiri tegak. Ia mengenakan baju tangan panjang berbahan kulit yang cukup ketat berwarna hitam dan celana panjang berwarna senada. Pemuda itu adalah Ariel Sadewa.
Sebilah pedang panjang bergagang hitam yang tak lain adalah ‘Dhamarwulan’ yang ia genggam perlahan ia lepaskan dari sarungnya.
Setelah itu, ia menebas setiap pisau bundar pipih seukuran tubuh manusia yang berdatangan ke arahnya sambil sesekali menghindar. Pisau-pisau tersebut menggantung di langit-langit dojo dengan rantai.
Setiap gerakan Ariel terlihat sangat luwes, cepat, gesit, fokus, dan bertenaga. Tidak ada sama sekali terlihat gerakan yang sia-sia.
Ketika pisau-pisau itu kembali berbalik padanya, ia segera memasang kuda-kuda tengah, dan… “Haa ..!!” memutar tubuhnya seperti gangsing hingga melayang ke udara, membuat pisau-pisau tersebut sukses kena tebasan berputar dan terlempar ke berbagai arah.
Lalu….
Tep!
Ia pun mendarat dengan posisi berlutut.
Cklek!
Terdengar suara pintu yang dibuka oleh seseorang.
“Tuan Ariel!” seorang wanita berjilbab putih dengan setelan baju dominan putih pula serta tubuh yang ramping masuk ke dalam dojo. Dialah yang membuka pintunya. Pipinya yang tembam membuatnya terlihat menggemaskan.
Ariel menoleh ke arah wanita berjilbab itu. “Ya, Mbak Ritha?” Ia kemudian berdiri dari posisi mendaratnya tadi.
“Mbak ikut seneng ngedenger cerita tuan semalem,” kata wanita dengan nama lengkap Maritha Rinjani itu.
“Satu dendam udah terbalas,” ucap Ariel seraya berjalan ke arah dimana sarung pedang Dhamarwulan tergeletak. Ia memungut sarung itu lalu menyisipkan Dhamarwulan ke dalamnya.
Maritha tersenyum.
“Tapi … Masih ada satu dendam lagi. Dia yang udah motong tangan kiri kakak,” ucap Ariel yang kemudian menatap tajam ke depan.
“Iya, tuan. Mbak sih sebagai orang kepercayaan Keluarga Sadewa cuma bisa ngasih support aja atas tujuan tuan,” balas Maritha. Ia lalu tersenyum manis.
Setelah itu, Ariel pergi. Ia pergi ke kamarnya.
Ariel lalu membuka pintu lemari berwarna hitam yang ada di dalam kamarnya.
Di dalam lemari tersebut ada banyak sekali baju serta jaket hitam panjang yang menggantung.
Ariel mengambil salah satu jaket hitam panjang yang menggantung itu kemudian memakainya. Jaket tersebut memiliki kantung pada dada sebelah kanan dan kirinya, serta hiasan berbentuk huruf `V` yang berbaris vertikal di tepi luar kedua tangannya. Jaket itu adalah jaket kesayangan Ariel. Dhamarwulan yang ia bawa ia sembunyikan di balik jaket tersebut. Pedang itu menempel pada magnet yang ada di dalam jaket.
Kemudian, ia berjalan ke sebuah pintu yang di sampingnya terdapat benda kotak dengan banyak tombol dan sebuah layar kecil. Ariel memijit beberapa tombol yang ada di benda kotak itu.
Tak lama, layar kecil yang terletak di dekat tombol menunjukkan tulisan: `Wayang Base Unlocked`.
Pintu ruangan bernama `Wayang Base` yang ada disana langsung bergeser ke samping. Ariel pun segera masuk ke dalamnya.
Di dalam ruangan tersebut, terdapat segala kecanggihan
tekhnologi, berikut ukiran-ukiran huruf pallawa dan sansekerta. Selain itu, juga terdapat gambar-gambar serta patung salah satu kesenian tradisional Indonesia: `Wayang`.
Ariel kemudian berjalan menuju sebuah tabung besar yang ada disana. Di dalam tabung itu, sebuah armor dengan warna dominan hitam berdiri tegak. Armor tersebut ialah armor yang mengubah jati dirinya sebagai `Waysteel`.
Ariel lalu menekan tombol yang menempel di tabung besar tersebut, membuat armor Waysteel yang ada di dalamnya berubah menjadi serpihan-serpihan holograpichal dan kemudian menghilang.
Sebuah selang yang terhubung dengan tabung tersebut mengeluarkan serpihan-serpihan holograpichal ke dalam sebuah wadah kaca yang di dalamnya terdapat memory yang semalam digunakan Ariel untuk `berubah` menjadi Waysteel. Di depan wadah kacah itu tertera tulisan `Waysteel Digital Memory`.
Serpihan-serpihan hologprapichal tersebut merasuk semuanya ke dalam Waysteel Digital memory begitu keluar dari selang.
Ariel kemudian mengambil memory itu dan mengantonginya di dalam saku celana belakang bagian kiri. Ia juga mengambil sebuah benda persegi dengan warna dominan hitam yang bentuknya seperti `handphone`. Benda itu tergeletak disamping wadah kaca tempat Waysteel Digital Memory disimpan. Di atas layar benda itu tertera tulisan `Wayphone` yang menunjukkan nama dari benda itu sendiri. Ariel lalu memasukkan benda tersebut di saku celana samping kiri. Wayphone adalah benda yang semalam Ariel gunakan untuk memanggil sarung pedang Dhamarwulan dari jauh.
Usai semua persiapan selesai, Ariel menggesekkan `Kartu Tanda Pengenal (KTP)`nya ke mesin gesek yang menempel pada salah satu dinding Wayang Base.
Seketika, dinding itu membuka ke atas.
Ariel pun segera masuk ke dalamnya.
Di dalam, terparkir sebuah `motor sport` berwarna hitam nan `futuristik` yang semalam Ariel kendarai.
Ariel membuka jok motor tersebut lalu mengambil helm hitam di dalamnya, kemudian memakainya.
“Let’s go, Waybringer!” seru Ariel. Setelah itu ia menunggangi motor hitam yang ia panggil `Waybringer` tersebut dan tak lupa melipat standar motor itu dengan ujung tumitnya.
Begitu sudah distarter, Ariel dengan Waybringer-nya melesat meninggalkan kediaman keluarga Sadewa.
=***=
Satu jam kemudian… Ariel sampai di kampusnya: Universitas Cahaya Sakti. Pemuda itu langsung memarkirkan Waybringer di lapangan parkir kampus. Setelah membuka helm hitam yang melapisi kepalanya lalu menaruh helm tersebut di dalam jok Waybringer, Ariel berjalan menuju kelas.
Ketika Ariel menjejakkan kaki di koridor, pesonanya langsung mencuri perhatian para mahasiswi Univ. Cahaya Sakti. Semua mata mahasiswi tertuju padanya. Meski banyak dari mereka yang malu-malu. Tak cukup sampai disitu, di dalam kelasnya, Ariel mendapat banyak surat cinta dari para gadis di kolong mejanya.
“Hai Ariel…” Seorang gadis berkacamata bulat besar dengan rambut dikepang menghampiri Ariel. Penampilannya seperti seorang `kutu buku`.
“Ya, Sonya.” Hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Ariel.
Gadis tersebut lalu memberikan surat beramplop pink pada Ariel.
Ariel menerimanya. Menerimanya dengan tatapan dingin.
Sonya lalu pergi dari hadapan Ariel dan duduk di bangku yang letaknya tak jauh dari bangku tempat Ariel duduk.
Tidak lama kemudian, seorang dosen wanita masuk kelas.
“Selamat pagi, semuanya!!” sapa sang dosen.
“Pagi, bu!!!” balas mahasiswa dan mahasiswi di dalam kelas itu serentak.
“Oke, kali ini ibu mau memberi tugas untuk tanggal merah besok, seperti janji ibu tempo lalu. Ibu bagi per-kelompok ya,” ucap sang dosen.
Murid-murid mulai riuh, mencari kelompok masing-masing. Banyak yang ingin sekelompok dengan Ariel dan juga Priska.
“Kelompok satu ….” Dosen berkacamata dan berambut panjang sebahu itu kembali berucap sambil memandang sekeliling.
Hal itu, membuat murid-murid khawatir kalau nanti kelompok mereka tak sesuai keinginan.
“Sonya Saputri dan Heri Tony!!” kata dosen tersebut.
Sonya (gadis yang tadi memberikan surat pada Ariel) nampak senang sekali. Tapi, laki-laki berambut `spike` di seberang bangkunya, Heri, nampak kecewa.
“Mimpi apa gue semalem, sekelompok sama cewek cupu kayak gitu? Padahal pengennya sama Priska,” batin Heri.
“Yak, dan kelompok dua, Priska Agni, dan ….” Dosen itu menyapukan matanya ke seisi kelas. “Ariel Sadewa!!”
Priska berdiri dari bangkunya. “Bu! Kok saya sekelompok sama yang begitu sih??” Protesnya seraya menunjuk Ariel.
“Priska… Kamu sekelompok sama siapa juga ibu yang nentuin,” ucap sang dosen. “Oke, jadi materinya ibu tulis ya!” Ia kemudian berjalan ke papan tulis dan menulis apa saja materinya.
“Besok jangan sampe telat,” kata Ariel dengan nada dingin seraya memandang Priska yang duduk di bangku seberang kirinya.
“Ariel..!!” geram Priska.
=***=
Keesokan harinya, Priska datang lebih awal. Ia duduk di bangku taman dekat salah satu komplek perumahan megah di Kota Sheraton.
Tidak lama kemudian, Ariel datang dengan motor hitam kesayangannya: Waybringer.
“Heh! Lo udah gue tungguin daritadi! Kemana aja lo??” tanya Priska dengan nada sewot.
Ariel hanya diam. Ia lalu membuka helm dan turun dari motornya.
“Heh, tahu nggak sih lo? Lo itu datengnya-” kata-kata Priska terputus begitu ia melihat jam tangannya. Waktu di jam itu menunjukkan pukul delapan tepat.
“Apa?” tanya Ariel datar.
“Iya deh, lo dateng tepat waktu,” jawab Priska.
“Oke, jadi sekarang-”
“TOLOOONG!!!”
Ucapan Ariel terpotong begitu ia mendengar teriakan dari seorang gadis.
Lama kelamaan, teriakan tersebut semakin terdengar. Gadis itu tengah dikejar-kejar oleh seorang pria berpakaian rapih serba hitam.
Dengan sigap, Ariel menolongnya.
Saking takutnya, gadis itu langsung bersembunyi di belakang Ariel.
“Siapa kamu?” tanya orang berjas hitam itu pada Ariel. “Serahin gadis itu ke saya!” lanjutnya.
“Gimana kalau saya nggak mau?” balas Ariel.
“Saya akan pakai cara paksa!” Orang berjas hitam itu kemudian mengepal kedua tangannya dan memasang posisi siap menyerang.
Melihat hal tersebut, Ariel menekuk tangan kirinya di depan dada dan tangan kanannya ia kepal ke depan dengan posisi tubuh tegak lurus. Ia juga memasang posisi siap menyerang.
Gadis yang bersembunyi di belakang Ariel segera menyingkir dari sana dan bersembunyi di balik pohon.
Tak lama kemudian. “Heeeaaa!!!” Orang berjas hitam tersebut berlari menuju Ariel.
Ketika orang berjas hitam itu mencapai jarak yang dapat dijangkaunya, ia segera melayangkan tinju ke wajah Ariel. Namun, Ariel memutar bahu kanannya ke belakang, sehingga serangan itu luput.
Ariel membuang tangan pria tersebut ke bawah lalu memelintirnya. Setelah itu, ia menendang perut pria berjas hitam tersebut hingga terpental ke belakang.
Pria itu kembali bangun dan melanjutkan pertarungan. Ariel pun menyongsongnya. Sampai akhirnya mereka bertarung sengit satu lawan satu dengan tangan kosong.
Jaket hitam panjang yang dikenakan Ariel beberapa kali berkibar di tengah pertarungan.
Kemenangan berpihak pada si jas hitam. Ariel terguling akibat tendangan yang dilancarkan si jas hitam ke dadanya.
Ketika tubuh Ariel berhenti berguling, si pria jas hitam memutar tubuhnya. Ketika putaran berhenti, ia berubah menjadi sesosok makhluk yang ‘mengerikan’. Makhluk itu memiliki sepasang tanduk berwarna hitam dan keseluruhan tubuhnya berwarna dominan merah. Kuku-kuku panjang nan runcing tak ketinggalan menghiasi tangan serta kakinya.
“Makhluk aneh macam apa itu?” gumam Ariel. Ia langsung mengambil `Dhamarwulan` dari balik jaketnya.
Makhluk itu melompat. Melompat mencakar Ariel.
Ariel yang tidak siap menerima cakaran itu pun terpental dari posisi awalnya. Padahal Waysteel Digital Memory sudah di tangannya, tapi memory tersebut terlontar jauh dan masuk ke dalam lubang berteralis besi. Benda itu lolos dengan mudahnya di teralis besi berukuran kecil tersebut.
“Sial!” keluh Ariel. Ia lalu berdiri, dan melepaskan Dhamarwulan dari sarungnya.
“Khahahaha… Sekarang, aku adalah Asura.” Makhluk itu menyeringai. “Siap-siaplah untuk mati! Heeahh!!” teriaknya yang kemudian berlari dan melayangkan cakarnya ke arah Ariel.
Sayangnya, serangan makhluk itu meleset. Bahkan serangan kedua dan ketiga kembali dihindari oleh Ariel.
Ariel pun membalas dengan menebas tubuh Asura secara diagonal, dari kiri bawah ke kanan atas, serta menendang parutnya hingga makhluk jelek bertanduk dua itu terlempar dari posisi awalnya. Tapi, ia segera kembali berdiri, lalu berlari dan melayangkan tinju pada Ariel.
Ariel mengelak ke samping kiri, kemudian segera mengayunkan pedangnya persis ke arah kepala Asura.
Namun, Asura merunduk dan langsung menendang Ariel dengan kaki kanannya.
Ariel yang tidak siap, terkena tendangan itu hingga mundur dua langkah ke belakang. Meski begitu, ia tetap terlihat tenang. Dan mereka berdua kembali saling serang.
Kelihatannya pertempuran kali ini diungguli oleh Ariel. Terlihat dari kombo-kombo berpedangnya yang bisa membunuh Asura kapan saja.
Sampai pada akhirnya…
BASH! CRATS!!
Pinggang Asura terpisah dari badannya akibat tebasan mendatar yang dilancarkan Ariel ke bagian pinggangnya. Lalu kedua bagian tubuh makhluk itu berubah menjadi pasir.
Ariel kemudian berjalan ke tempat dimana sarung pedang Dhamarwulan tergeletak. Ia mengambil sarung itu dan menyarungkan Dhamarwulan ke dalamnya.
Tiba-tiba, Ariel ingat sesuatu. “Oiya! Baru inget kalau saya bawa Wayphone.” Ia lalu merogoh saku celana sebelah kirinya dan mengambil benda persegi panjang berwarna hitam yang ia sebut `Wayphone`.
Ariel menekan tombol `222` yang ada di benda tersebut kemudian menekan tombol `Ok`.
Seketika, layar yang ada pada Wayphone memunculkan gambar Waysteel Digital Memory.
Waysteel Digital Memory yang tadi jatuh ke dalam lubang berubah menjadi serpihan-serpihan holograpichal dan kemudian menghilang. Lalu, serpihan-serpihan holograpichal tersebut muncul dihadapan Ariel dan berubah menjadi Waysteel Digital Memory. Benda kotak itu melayang-layang di depannya.
Ariel mengambil benda tersebut dan langsung mengantonginya di saku belakang sebelah kiri celananya.
“Kalau tadi saya pake Wayphone buat menteleport Waysteel Digital Memory, mungkin saya udah berubah jadi Waysteel. Tapi nggak apa-apalah. Makhluk itu ternyata lebih lemah dari yang saya perkirain,” gumam Ariel.
Tak lama, gadis berambut panjang sebahu yang tadi ditolongnya, berjalan menghampirinya. “Makasih ya kak,” ucapnya.
Ariel menoleh ke belakang, ke tempat dimana gadis itu berdiri dan membalasnya dengan anggukan.
Setelah itu, Ariel dan Priska mengantar gadis tersebut pulang. Si gadis naik vespa tua berwarna biru yang ia bawa, sementara Priska dibonceng Ariel dengan motornya.
Sesampainya di rumah si gadis yang berada di lingkungan kecil nan kumuh, Ariel dan Priska mampir sebentar.
Si gadis dan Ariel berkenalan, namanya Chintya. Sedangkan Priska, ia sudah kenal lama dengan Chintya. Chintya adalah tukang gado-gado keliling langganannya.
Chintya ke dapur sebentar, lalu kembali sambil membawa dua gelas teh hangat. Ia menyuguhkan teh itu untuk Ariel dan Priska.
“Maaf ya kalau rumahnya kecil,” ucap Chintya. Gadis berambut panjang sebahu dan bermata bulat itu kemudian duduk disamping Priska.
“Nggak apa-apa tha, santai aja,” kata Priska, “Ngomong-ngomong tadi kamu kenapa bisa dikejar-kejar sama orang berjas hitam itu?” tanyanya.
“Gara-gara aku nyoba ngebebasin tumbal yang diminta sama orang berjas hitam itu ke orang yang ada di komplek tadi. Sayangnya aku ketahuan, terus dikejar deh. Sebenernya orang berjas hitam itu nggak cuma sendiri. Mereka banyak. Tapi aku tadi dikejar sama satu orang aja,” jawab Chintya.
“Tumbal??” Priska mengernyitkan dahinya.
Chintya mengangguk. “Iya. Tumbal buat diserahin ke petinggi mereka.”
“Terus dibuat apa tuh tumbal?”
“Setahu aku, buat diisep darahnya sama petinggi mereka. Atau buat dipersembahin ke setan di upacara wajib keagamaan mereka yang diadain tiap malem Selasa Kliwon sama malem Jum’at Kliwon.”
“Diisep darahnya??” Dahi Priska kembali mengernyit. Ia jadi ingat ketika ia dikejar-kejar dan ingin dihisap darahnya oleh Romy waktu itu. “Jangan jangan …,” gumamnya sambil menempelkan jari telunjuk di dagunya.
“Kenapa kak?” tanya Chintya, memecah lamunan Priska.
“Oh nggak kok, nggak apa-apa,” jawab Priska. “Oh iya, apa kamu tahu siapa nama petinggi orang yang ngejar kamu itu?”
“Kalo nama petingginya aku nggak tahu. Aku cuma tahu kalau mereka termasuk petingginya tergabung dalam organisasi kegelapan Dark Rhapsody,” jawab Chintya.
“Dark Rhapsody??” Ariel terkejut. Ia jadi teringat dengan perkataan Strong yang bertempur dengannya belum lama ini. Strong bilang kalau dia tergabung dalam organisasi kegelapan Dark Rhapsody.
“Kenapa Kak Ariel, kok kaget gitu??” tanya Chintya.
“Iya Riel, lo kenapa?” Priska menimpali.
“Nggak. Nggak apa-apa,” jawab Ariel.
“Oh iya, Dark Rhapsody itu organisasi apa sih? Kamu tahu nggak, Chin?” tanya Priska.
“Tahu kak,” angguk Chintya. “Dark Rhapsody itu organisasi sesat yang kerjaannya terus-terusan nyari tumbal sama terus-terusan nyari anggota. Kalau nyari tumbal, kakak udah tahu kan tujuannya buat apa? Nah, kalau nyari anggota, tujuannya buat menguasai dunia. Mereka mau semua orang jadi bagian dari mereka. Kalau udah gitu, dunia gampang mereka kuasain. Perlahan tapi pasti, anggota Dark Rhapsody terus-terusan bertambah. Orang-orang di komplek tadi, Komplek Nusa Indah, mereka semua anggota Dark Rhapsody, termasuk pemilik komplek, RT, sama RW’nya.”
“Kenapa mereka mau jadi anggota Dark Rhapsody?? Apa yang mereka dapet??”
“Mereka dapet rumah gratis, terus dapet apa yang mereka mau.”
“Rumah gratis??”
“Iya. Rumah gratis di Komplek Nusa Indah atau tempat lain yang orang-orangnya anggota Dark Rhapsody.”
“Detail banget. Kamu tahu informasi sedetail itu darimana, Chin?”
“Dari mantan anggota Dark Rhapsody. Dia temen deket aku. Dia keluar gara-gara aku nasehatin, terus juga gara-gara ada masalah sama salah satu pengikut organisasi itu. Tapi, beberapa hari kemudian, temenku itu hilang bagai ditelan bumi. Nggak pernah ada kabarnya lagi. Dia pernah bilang, siapapun yang keluar dari Dark Rhapsody harus dibunuh! Semoga itu nggak terjadi sama dia.” Tanpa terasa air mata menetes dari pelupuk mata Chintya.
“Yaudah Chin, jangan dipikirin… Yang berlalu biarlah berlalu,” kata Priska. Ia mengelap air mata Chintya, lalu menepuk dan mengusap-usap pundaknya. “Jadi intinya, Dark Rhapsody itu selain nyari tumbal juga nyari anggota ya? Bahaya juga ada organisasi kayak gitu.”
“Tapi tumbalnya nggak sembarangan, kak. Tumbalnya harus cewek berumur belasan sampe dua puluh lima tahun. Karena bagi petinggi mereka, darah cewek dengan umur segitu rasanya enak banget. Terus, menurut mereka, apa yang baik buat mereka baik juga buat setan. Makanya, gadis-gadis yang mereka tangkep selain diisep darahnya juga dipersembahin buat setan.”
“Ohh…” Priska manggut-manggut. “Hmm… Ngomong-ngomong orangtua kamu kemana, Chin? Kamu tinggal disini sama siapa? Maaf banyak tanya.”
“Aku tinggal disini sama temen. Dia yang nampung aku pas aku berhasil kabur dari penjara yang ada di markas Dark Rhapsody. Untung aku ketemu dia, kalau nggak aku bisa terlantar di jalanan,” jawab Chintya. “Kalau orangtua aku … Mereka … Mereka jadi anggota Dark Rhapsody. Aku adalah orang yang mereka tumbalin,” lanjutnya. Air mata kembali menetes dari pelupuk matanya.
“Udah udah…” Priska mengusap air mata Chintya. “Jangan sedih lagi, Chin. Yang penting kamu masih bisa hidup. Kehidupan itu mahal harganya.”
Chintya mengangguk. “Makasih kak.” Ia lalu tersenyum.
Priska membalas senyuman Chintya. Setelah itu, ia menyeruput teh yang terhidang untuknya.
Chintya lalu menatap Ariel. “Kak Ariel, ayo diminum tehnya!”
Ariel hanya mengangguk. “Oh iya Chintya, kayaknya kita mau cabut dulu nih. Nggak apa-apa kan?” ucapnya kemudian.
“Iya kak, nggak apa-apa. Aku udah biasa sendirian kok,” balas Chintya.
“Ayo Pris, kita ada tugas,” ujar Ariel.
Priska menghela nafas. “Ayo deh,” ucapnya. “Chin, kita cabut dulu ya. Kamu bae-bae disini, oke?”
“Oke kak… Sip!” Chintya mengacungkan jempol.
Priska mengangkat tasnya, kemudian pergi mengikuti Ariel dan naik di belakang motor pemuda itu.
Tak lama, motor Ariel pun berangkat, Berlalu meninggalkan kediaman Chintya.
=***=
Universitas Cahaya Sakti – Kota Sheraton, Kamis 30 April 2020, pukul 06:30 WIB.
Di luar, tak jauh dari pintu kelas…
“Selfie selfie! Selfie!” Priska mengarahkan kamera handphonenya ke atas kepalanya secara diagonal, dengan posisi layar handpone menghadap depan wajahnya.
Kedua temannya, Dhinda dan Jenny berdiri di kiri kanannya.
Klik!
Priska menekan tombol ‘OK’ pada handponenya.
Penampilan sudah cantik, gaya sudah oke, tapi apa daya, gambarnya rusak ketika Ariel lewat persis di belakang mereka tepat ketika tombol OK dipencet.
Bukan main sebalnya Priska saat itu. Ia pun menoleh ke belakang.
“Heh! Ngapain lo pake ada di belakang segala?” tanyanya pada Ariel. “Udah kemaren pas tugas nyebelin banget. Sekarang tambah nyebelin lagi. Rusak tuh foto selfie’an gue!”
Ariel hanya diam, lalu kembali meneruskan langkahnya.
“Heh! Denger nggak?? Dasar lo cowok nyebelin!” maki Priska. “Kenapa sih cowok kayak lo pake ada segala di dunia ini?? Eh, Denger nggak sih lo??”
Makian itu hanya diacuhkan saja oleh Ariel, bagaikan angin lalu. Ia terus saja melangkah, seolah seperti tidak terjadi apa-apa.
Food Court Univ. Cahaya Sakti, pukul 07:00 WIB.
“Sumpah ye, si Ariel itu nyebelin banget!? Pembawa sial buat kita tahu nggak tuh anak!?” ujar Priska.
“Emang dari dulu gitu kan?” kata Jenny. “Apalagi tuh anak belagu. Sok nggak mau temenan sama orang. Liat aja, dia sendirian terus.”
“Mentang-mentang punya perusahaan ternama di kota ini, terus jadi yang terbaik dalem segala bidang, dia nggak mau gaul sama anak-anak di kampus. Mungkin dia ngerasa kalau anak-anak di kampus nggak sepadan sama dia. Songong tuh anak,” timpal Priska.
Jenny mengangguk. “Setuju!”
“Oiya, kayaknya ada yang kurang nih!? Si Dhinda kemana sih?? Abis selfie langsung ngilang entah kemana tuh anak.” kata Priska.
“Entah.” Jenny mengangkat bahunya. “Dari bulan-bulan kemaren suka begitu tuh dia, ilang-ilangan nggak jelas. Nggak bilang pula mau kemana.”
Priska menghela nafas. “Ahh… Yaudahlah, biarin aja. Kita tungguin aja disini.”
Bersamaan dengan itu, di tempat lain. Di dalam kamar sebuah mansion megah nan angker.
“Strong … Sudah mati,” ucap seorang pria tinggi, berambut jambul dan berjaket biru panjang dengan logat `kejepangan`
“Dia itu sembrono. Pantas saja cepat mati,” timpal seorang wanita bertopeng gagak serta bergaun putih nan indah. “Kuat tapi bodoh, itu percuma saja.”
“Tapi … Kematian Strong membuat saya terpukul.”
“Biarkan saja! Orang itu memang pantas mati. Dia mati gara-gara kecerobohannya yang tidak melihat-lihat dulu kuat-lemahnya lawan. Asal sradak sruduk saja.”
“Orang itu … Padahal armornya lebih lemah dibanding armor Strong, tapi strateginya bukan main. Dan kekuatan tambahan pada armornya sanggup meluluh lantakkan Strong. Sayang, waktu itu saya cuma menyaksikan dari jauh. Saya fikir Strong bisa menang.”
“Itulah Strong. Dia itu bodoh. pakai ada acara kencan dengan gadis-gadis yang mau dia hisap darahnya segala. Dia terlalu banyak main-main dan tidak serius. Hanzo, jangan sampai kamu meniru dia!”
“Haik! Ratu Gagak, saya akan buktikan kalo saya lebih baik dibanding dia!”
“Bagus. Lakukan tugas kamu dengan baik!”
“Siap laksanakan! Demi organisasi kita, Dark Rhapsody!”
=***=
Komplek Nusa Indah – Kota Sheraton, Jum’at 01 Mei 2020, pukul 16:00 WIB.
Hanzo meminta jatah anak gadis pada seorang pria tua yang baru dilantik jadi pengikut Dark Rhapsody.
Anak gadis bapak itu dimasukkan ke dalam mobil caravan putih oleh `anak buah` Dark Rhapsody dengan kasar.
Mereka tidak sadar, kalau dari tak jauh dari sana, di balik semak-semak, Ariel tengah mengawasi mereka.
“Mereka pasti Dark Rhapsody! Dari sini, saya bisa dapet info tentang satu orang lagi yang jadi penyebab kematian kakak,” gumam Ariel.
“Terimakasih, pak!” ucap Hanzo.
“Sama-sama,” balas si bapak.
“Oh iya, Senin besok jangan lupa datang ya ke upacara wajib keagamaan kita, upacara penyembahan setan!” kata Hanzo.
Bapak-bapak gemuk dan berkumis itu mengangguk. “Oke!”
Hanzo lalu masuk mobil. Tak lama, mobil tersebut jalan.
Ariel keluar dari persembunyiaannya di balik semak-semak, kemudian mengenakan helm dan menggas motornya untuk membuntuti Hanzo.
Di saat sedang asyik-asiknya menyetir, Hanzo melihat dari kaca spion mobilnya, ada motor yang membuntutinya. Apa lagi kalau bukan motor kesayangan Ariel, Waybringer.
“Wah! Orang itu!” ucap Hanzo. Ia pun segera menghentikan laju mobilnya.
Di waktu yang hampir bersamaan, Ariel menghentikan motornya.
Hanzo keluar dari mobil ketika Ariel melepas helmnya.
“Kenapa kamu ngikutin mobil saya?” tanyanya pada Ariel.
Ekspresi Ariel mendadak terkejut. “Ah?! Nggak salah lagi, dia …” Fikirannya tiba-tiba melayang ke 13 tahun yang lalu ketika tangan kakaknya ditebas oleh orang berambut jambul dengan jaket biru panjang. Ariel yang kala itu memperhatikan wajah serta ciri-cirinya, ingat betul siapa orang yang ada di hadapannya saat ini.
“Kenapa, hah??” tanya Hanzo sekali lagi.
“Kamu pasti Hanzo!” ujar Ariel. Tatapan matanya yang dingin menajam, menusuk mata Hanzo.
“Eh?? Darimana kamu tahu nama saya??” tanya Hanzo.
“Itu nggak penting,” jawab Ariel dengan nada dingin. “Sekarang, saya akan kirim kamu ke neraka, sekaligus ngebebasin cewek yang kamu bawa!”
“Apa? Bagus juga rasa percaya diri kamu,” ucap Hanzo. “Tapi, kamu harus imbangi perkataan kamu itu dengan perbuatan!” Kemudian ia melekatkan jari tengah dan jempol ke bibirnya, lalu bersiul.
Tak lama, enam orang dengan setelan jas hitam serta celana panjang yang juga berwarna hitam keluar dari dalam mobil Hanzo.
“Coba kirim dulu anak buah saya ini ke neraka! Kalau kamu bisa, baru kamu coba kirim saya! Kalau berhasil, kamu boleh ngebebasin cewek yang saya bawa! Hahaha,” ucap Hanzo.
Setelah diberi komando, anak buah Hanzo pun segera mengepung Ariel. Enam lawan satu.
Mereka semua langsung beralih rupa menjadi sosok ‘monster’ dengan tubuh dominan merah, dilengkapi dua tanduk hitam di kepalanya. Wujud monster itu serupa dengan monster yang dihadapi Ariel belum lama ini. Monster itu adalah ‘Asura’.
“Makhluk itu …,” gumam Ariel, “Ternyata mereka nggak cuma satu. Tapi nggak masalah, karena tanpa berubah jadi Waysteel pun saya yakin bisa ngalahin mereka.”
Salah satu Asura maju, menyerang Ariel dengan cakarnya.
Mengetahui hal itu, Ariel cepat-cepat mengambil Dhamarwulan dari balik jaketnya. Ia memanfaatkan ujung gagang Dhamarwulan, menyerudukkannya ke perut Asura itu.
Di waktu yang hampir bersamaan, dua Asura lagi maju.
Ariel memutar tubuhnya dan melancarkan tendangan ke kepala 2 Asura tersebut, membuat tubuh 2 Asura itu terputar di udara, sebelum akhirnya jatuh tersungkur ke tanah.
Kemudian, Ariel yang sudah melepaskan Dhamarwulan dari sarungnya, menebasi Asura yang pertama kali menyerang tadi berulang kali dengan pedang tersebut. Tubuh Asura itu pun terbelah menjadi beberapa bagian dan memuai menjadi pasir putih.
Satu Asura lagi maju, menyerang dari belakang Ariel.
Menyadari hal tersebut, Ariel memutar tubuhnya ke belakang, lalu menusuk perut Asura itu. Disusul dengan membelah tubuhnya menjadi 2.
Satu Asura lagi tewas menjadi pasir. Sisa 4.
Dua Asura yang tadi jatuh kembali bangun. Mereka segera menyerang Ariel secara bersamaan. Begitu pula dengan dua Asura lainnya.
Ariel memasang kuda-kuda siap menyerang. Ketika keempat Asura itu maju, Ariel segera memutar tubuhnya seperti `gangsing`.
Tubuh keempat Asura tersebut langsung terpotong-potong begitu mereka terkena tebasan berputar dari Ariel. Tubuh keempat Asura itu pun langsung berubah menjadi pasir putih.
Tidak lama kemudian, Ariel berhenti berputar. Ia menatap Hanzo dengan tajam.
Hanzo bertepuk tangan. “Bravo… Bravo… Betul-betul kemampuan yang hebat! Dan sekarang, lawan kamu adalah saya. Bersiaplah!!” Ia lalu mengeluarkan `samurai` dari balik jaketnya dan memasang kuda-kuda siap menyerang.
Ariel juga memasang kuda-kuda dengan Dhamarwulan-nya, bersiap menerima serangan Hanzo.
“Heeeaaa!!!!” Hanzo berlari menuju Ariel.
Begitu Hanzo merasa jaraknya sudah dekat, ia segera mengayunkan samurainya.
Ariel yang menyadari datangnya serangan itu langsung menghindar dari tebasan Hanzo, lalu melakukan tebasan persis di tubuhnya, dari kanan atas ke kiri bawah, hingga jaket Hanzo sobek.
Namun, jaket itu perlahan kembali seperti sediakala, begitu juga dengan luka di tubuhnya, meski rasa sakit tetap ada.
Hanzo yang tidak terima lantas melakukan serangan balasan dengan meloncat untuk menebas Ariel dari atas.
Tak sempat
mengelak, tebasan Hanzo
telak mengenai tubuh Ariel.
Setelah itu, Hanzo menebas Ariel sekali lagi, kemudian
menendangnya hingga terlempar beberapa meter ke belakang.
Tubuh Ariel mengeluarkan darah, baju dan jaketnya sobek akibat tebasan Hanzo.
“Hahahaha!” Setelah tergelak, Hanzo melompat, dan mendarat persis di tempat Ariel terlempar, kemudian ia segera mengayunkan samurainya untuk menebas Ariel yang saat itu masih terkapar di tanah.
Tidak mau menyerah disitu saja, Ariel pun mengadu samurai Hanzo dengan Dhamarwulannya.
Tenaga mereka terus beradu selama beberapa saat. Ariel ke atas, sedangkan Hanzo ke bawah.
Sampai pada akhirnya, Ariel berhasil menang dari adu tenaga itu. Secepat mungkin ia memanfaatkan kesempatan tersebut dengan menusukkan Dhamarwulan ke perut Hanzo, kemudian melakukan tendangan tepat di tempat yang sama.
Hanzo pun terguling-guling ke belakang.
Begitu berhenti
berguling, Hanzo berusaha bangun meski harus susah
payah. Ia merasakan sakit teramat sangat di perutnya, walau lukanya itu berangsur-angsur pulih. Ia yang melihat batu besar disampingnya kemudian menendang batu itu ke arah Ariel.
Sadar akan serangan yang datang, Ariel pun langsung menebas batu tersebut hingga terbelah menjadi beberapa bagian.
Beberapa saat setelah itu, Hanzo berlari menuju Ariel.
Begitu jaraknya sudah dekat, ia langsung menyabetkan samurainya pada Ariel.
TRINK!
Namun, Ariel mampu menangkis sabetan itu dengan Dhamarwulan. Sampai akhirnya, mereka beradu pedang dengan sengit.
TRINK! TRANK! TRINK! TRANK! TRINK! TRANK!
Ariel dan Hanzo beradu serangan dengan sangat sengit. Posisi mereka saat ini berada pada kondisi stabil, dimana tidak terlihat siapa yang lebih unggul dan siapa yang berada dalam posisi terjepit.
Namun keadaan itu tidak berlangsung lama. Ariel
menemukan daerah yang terbuka di pertahanan Hanzo, setelah Hanzo gagal menyarangkan sabetan besarnya ke arah Ariel.
Ariel tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, ia menyarangkan tebasan, lalu tendangan ke dada Hanzo, menyebabkan Hanzo terpental sejauh beberapa langkah ke belakangnya.
Hanzo sempoyongan. Sekujur tubuhnya terasa amat sakit. Ia merasa tidak dapat melanjutkan pertarungan. Ia lalu merogoh saku jaketnya, mengambil sebuah benda bulat kecil berwarna hitam dari sana. Kemudian melemparkannya ke depan.
Begitu menyentuh tanah, benda tersebut mengeluarkan sinar yang sangat menyilaukan mata serta sedikit asap.
Ariel yang tak sempat menghindar, terpaksa harus merasakan efek dari granat yang mengkaburkan pandangan itu. Ia menghalangi wajahnya dengan punggung tangan kanannya.
Begitu efek benda itu habis, dan Ariel dapat kembali melihat, Hanzo sudah lenyap dari pandangan matanya.
Ariel lalu melihat sekeliling. Ia juga melirik ke mobil Hanzo yang ada disana.
Mobil tersebut kosong. Setiap pintunya terbuka. Tidak ada seorang pun di dalamnya, termasuk gadis yang dibawa Hanzo.
Ariel mendengus. “Sial!”
=***=
Part 2 End